Follow Me @rezadiasjetrani

Sabtu, 25 November 2017

Ke Biennale Jogja XIV yang Super Seru

00.52 0 Comments
Semalam, aku dan temanku Holly akhirnya jadi juga menyaksikan agenda seni 2 tahunan yang bertajuk, Biennale Jogja XIV Equator #4 #IndonesiaMeetBrazil di Jogja National Museum di Jalan Amri Yahya.

Dari awal pameran mau kesini, tapi kadang bentrok sama kerjaan jadi wacana mulu deh. Buat kalian yang belum sempat datang, acara ini masih akan berlangsung hingga 10 Desember 2017. Tema kali ini adalah Stage of Hopelessness.

Acara ini dibagi dalam empat program utama, yakni Festival Equator (10 Oktober - 2 November), Main Exhibition (2 November - 10 Desember), Parallel Events (28 Oktober-3 Desember), dan Biennale Forum (4 November-7 Desember).

Berdasarkan informasi yang tersedia, ada sekitar 39 seniman dari Indonesia dan Brazil mengikuti acara Biennale Jogja XIV 2017 ini. Brazil merupakan negara di garis equator yang terpilih sebagai mitra oleh Yogyakarta. Konon sebelumnya di tahun 2011 mengajak seniman India sedang tahun 2013 mengajak seniman dari kawasan Arab dan Nigeria, kemudian terakhir seniman dari Afrika pada tahun 2015.

Total ada 27 karya seniman Indonesia dan 12 karya seniman asal Brazil. Peserta dari Indonesia diantaranya Adi Dharma, Aditya Novali, Arin Sunaryo, Farid Stevy Asta, Roby Dwi Antono, Daniel Lie, Lugas Syllabus, Gatot Pujiarto, Mulyana Mogus, Julian Abraham, Wisnu Auri, Narpati Awangga a.k.a Oomleo, Ngakan Made Ardana, Nurrachmat Widyasena, Patriot Mukmin, Sangkakala, Syaiful Garibaldi, Tattoo Merdeka, Timoteus Anggawan Kusno, Yudha Kusuma Putera a.k.a Fehung, Yunizar, dan Zico Albaiquni dan lain-lain.

Sedangkan seniman dari Brazil ada Lourival Cuquinha, Cinthia Marcelle, Tiago Mata Machado, Virginia de Medeiros, Clara Ianni dll.

Oh iya, buat yang penasaran berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menyaksikan pameran karya seni ini, jangan khawatir. Semua free alias gratis. Yang perlu kalian perhatikan adalah JANGAN MENYENTUH KARYA SENI DALAM BENTUK APAPUN. Bahkan tulisan yang di dinding juga jangan ya. Sebisa mungkin jaga jarak dengan karya meski tidak ada petugas yang berjaga.

Begitu memasuki area pameran, karya pertama yang akan kita lihat adalah karya Farid Stevy berjudul "Habis Gelap Terbitlah Curhat". Farid mengekspresikan karyanya dengan membuat mural di tembok.

Jadi di sepanjang lorong lantai 1 itu, berbagai tulisan / kata-kata yang mungkin tak penting tapi banyak ditemui di berbagai tembok di Yogyakarta ini dia ditorehkan di tembok. Lucu-lucu banget dan kadang bikin kita tertawa sekaligus tertegun karena tulisan itu bahkan sering kita lihat namun tak pernah benar-benar kita perhatikan.

Tulisan berbagai promosi mulai dari jasa membuat skripsi, tesis, jualan alat bantu seks, obat perangsang, curhatan mahasiswa yang sedang skripsi, bahkan celetukan-celetukan sederhana yang sering kita temui di media sosial.

Beberapa tulisan itu diantaranya, "Masih merah kurang sedetik udah diklakson". Kemudian "Yang goblog situ yang disalahin micin". Ini sih sering banget aku denger. Sampe ada istilah generasi micin segala.
Ada lagi "Beda keyakinan. Akunya yakin, dianya enggak" dan lain-lain.

Aku dan Holly menghabiskan waktu cukup lama karena membaca tulisan-tulisan tersebut satu demi satu dengan seksama.

Keseluruhan area yang digunakan adalah 3 lantai. Kalau kalian ingin mengetahui dengan detil mengenai informasi tentang seniman terkait, kalian bisa melakukan scan QR Code tak jauh dari karya yang dipamerkan. Ada juga buku petunjuk yang dijual seharga Rp 50.000 dan Rp 100.000 .
Mumpung acaranya masih berlangsung, yang lagi di Jogja atau berencana ke Jogja boleh banget kesini.

Sabtu, 28 Oktober 2017

Modal 300 Ribu Bisa Naik Gunung Raung Lho !

10.45 12 Comments
Serius Jet ? Tiga ratus ribu rupiah ?

Iyaaaaa...yaampun nggak percaya ?

Nih ya aku bagi detil pengeluaranku pas mendaki Gunung Raung via Sumber Wringin, Bondowoso.

Buat yang belum baca catatan perjalananku, bisa baca tulisan yang ini dulu :

Pendakian ke Gunung Raung via Sumber Wringin, Bondowoso

Sekedar informasi tambahan, aku berangkat dari Jogja berdua sama temenku yang namanya Kika.

Berangkat:

  1. Kereta api Sritanjung ( St. Lempuyangan-St. Jember) Rp 94.000 diskon Rp 13.000 = Rp81.000!
  2. Gocar (tapi aku dibayarin Kika) = Rp 27.000 : 2 = Rp 13.500
  3. Bis kota Jurusan Jember - Bondowoso = @ Rp 6.000
  4. Naik motor dari Bondowoso ke basecamp Sumber Wringin = FREE karena nebeng temen
  5. Tidur di basecamp = Rp 10.000
  6. Truk dari BC - Pondok Motor (pos 1 ) = Rp 60.000
  7. Iuran kelompok = Rp 20.000
  8. Sarapan + bekal nasi selama pendakian = @Rp 5.000 x 3 = Rp 15.000
TOTAL BERANGKAT =  Rp 205.500

Pulang :

  1. Bis jurusan Bondowoso - Surabaya (bis ekonomi LADJU) = Rp 35.000
  2. Terminal Purabaya - Stasiun Gubeng = FREE lagi karena dianter temen
  3. Kereta api Logawa (St. Gubeng - St. Lempuyangan) = Rp 74.000
TOTAL PULANG = Rp 109.000 


Jadi kalau dijumlah, pengeluaranku kemarin Rp 314.500 itu udah PP dari Jogja.

Lumayan banget kan ? Aku aja nggak nyangka bisa sehemat ini. FYI kemarin kami berangkat ber-21 jadi diitungnya per kepala. Buat kalian yang mau mendaki, usahakan cari temen atau kenalan di sekitar basecamp atau daerah tujuan. Lumayan kan kaalu ada yang nebengin / antar jemput. Nanti kalian juga harus luangin waktu kalau ada temen yang main ke kota kalian, jadi saling bantu. dijamin dengan cara seperti itu, trip kemanapun bakalan nyaman, aman dan hemat.

Pengeluaran tambahan :

Kalau ini sih pengeluaranku pribadi, jadi pasti beda-beda untuk setiap orang. Aku anaknya suka jajan sih jadi biasanya boros di makanan atau oleh-oleh.  Ini aja habisnya hampir sama dengan biaya PP pendakian, hehe.
  1. Keperluan pribadi selama pendakian (cemilan, air mineral dll) = Rp 50.000
  2. Jajan bakso di terminal Arjasa, Bondowoso = Rp 7.500
  3. Beli nasi bungkus di bis jurusan Bondowoso - Surabaya = Rp 8.000
  4. Beli cilok di Alun-alun Bondowoso = Rp 2.500
  5. Makan malem ayam goreng di Alun-alun Bondowoso = Rp 15.000
  6. Beli oleh-oleh tape Bondowoso (tapi aku dibayarin Novi ) = Rp 20.000
  7. Jajan bakso di Surabaya = Rp 15.000
  8. Beli oleh-oleh kekinian buat orang rumah :
  • Surabaya Patata = Rp 67.000
  • Surabaya Snowcake = Rp 69.000
  • Spika Spiku = Rp 68.000
TOTAL = Rp 312.000

FAQ 

  1. Kalau naik bis ke Bondowoso gimana? Duh kayaknya nggak ada yang langsung. Harus ke Surabaya dulu, baru lanjut bis Surabaya - Bondowoso. Mendingan naik kereta deh.
  2. Apa bisa naik ojek / taksi ke Bondowoso dari Stasiun Jember? Bisa dong. Waktu itu aku udah terlanjur ke terminal Arjasa dan nyaris ga dapet bis (ada sih tapi jalannya jam 10 malem). Pas aku cari GoCar, dari terminal Arjasa di Jember ke Terminal Bondowoso tarifnya Rp 81.000. Padahal kalo naik bis cuman Rp 6.000. Nyesek nggak tuh? hehe. Untung jam 20.15 bisnya berangkat juga karena penumpang udah penuh.
  3. Dari terminal Bondowoso ke Basecamp jauh nggak? Naik apa? Jauh ! Sekitar 45 menit - 1 jam. Jadi enakan naik motor, cari temen yang orang sana dan minta dijemput. Kalo enggak ya nyarter angkot / ojek tapi pasti mahal.
  4. Apa ada biaya pendakian ? Nggak ada. Kita cuma dikenai biaya nginep di basecamp yaitu Rp 10.000 buat yang dari luar kota, dan seikhlasnya buat warga Bondowoso dan sekitarnya. Syukur-syukur kamu ngasih lebih ya.
  5. Berapa sih sewa truknya ? Kalau kami naiknya ga banyakan gimana? Sewa truk untuk pendaki berjumlah kurang dari 15 orang adalah Rp 600-000 - Rp 700.000 PP (tergantung kamu negonya berapa), jadi tinggal kalian bagi aja sendiri. Karena kemarin kami ber-21, per orang bayar Rp 60.000 x 21 PP = Rp 1.260.000. Atau mendingan sewa pick up Rp 400.000 doang.
  6. Basecampnya serem nggak? Wahaaaa....hahaha.... rasain sendiri. Tapi karena aku nggak peka, ya nggak kenapa - kenapa sih. Cuman katanya....ada yang liat....mmm...
  7. Nasi bungkusnya beli dimana? Di toko bangunan terdekat. Lauknya paku. Hehe, nggak ding. Bisa beli di pasar, atau pesen Bu Endang minta dimasakin juga bisa. Jangan lupa bayar yes!
  8. Berapa lama sih mendaki Raung yang ideal? Kalau mau nyaman, nyantai, ya 3 hari 2 malem. Jadi bisa leyeh-leyeh. Tapi bawaan logistik pasti nambah berat deh :(
  9. Bisa mendaki 2 hari 1 malam? Wooo ya jelas bisa ! Kami kemaren 2 hari 1 malam doang kok. Hasilnya ? BADAN REMUK, KAKI PEGAL-PEGAL, HATI KOSONG. Yaksip!
  10. Dari Bondowoso ke Surabaya ada bis langsung? Tenangno pikirmu...ada kok ada...tapi nggak 24 jam ya. kemarin sih aku naik bis yang jam 12 siang dari Bondowoso, namanya bis LADJU. pas mau bayar, bilang ke kondekturnya kalau kamu mau turun di Surabaya, soalnya bis ini cuman sampai Probolinggo. Lah terus ? nah nanti di Probolinggo kita turun buat oper bis, tapi udah nggak bayar lagi. JADI KARCIS bisnya jangan sampe ilang, buat dikasihin ke bapak kondektur di bis Probolinggo - Surabaya
  11. Sampe Surabaya jam berapa ? Jam 18.00 sore, pas banget bisa Magriban di mushola terminal. 
  12. Bis Surabaya - Jogja 24 jam ? Yoih, 24 jam. Aku biasanya naik bis eksekutif EKA, bayarnya Rp 100.000, nanti dapet makan 1 kali di Ngawi.
  13. Dari Surabaya ke Jogja berapa lama ? Tergantung amal jariyah sih. Aku dulu pernah 5 jam pas naik malem-malem. Tengah malem tepatnta. Gila nggak tuh ? Kalau standar aman ya 7-8 jam lah

TIPS BUAT YANG NAIK BIS DARI SURABAYA KE JOGJA

  1. Pilih bis Eka atau Mira aja. Eka mendingan yang eksekutif AC, kalo yang ekonomi, ada juga sih yang tarifnya sama kayak Mira sekitar Rp 60.000.
  2. Aku paling males naik bis dari lokasi ngetem yang udah disediakan, soalnya banyak calo. Aku biasanya nunggu di pintu keluar, jadi pas bisnya mau keluar langsung naik dari sana, bayar diatas deh. 
  3. Kalau kamu terpaksa naik bis lainnya, HATI-HATI sama tas berisi dompet, hp, dll soalnya rawan copet. Bukan hanya pas kamu duduk trus tidur, copet juga mengintai pas kamu mau turun. Pastikan tas selalu kamu taruh di depan atau di dalam jaket biar aman.
  4. Beberapa bis tertentu kabarnya kerjasama sama copet, alias membiarkan copet beraksi. Nggak tau sih bener apa enggak, tapi yaa....mendingan kita jaga-jaga dan selalu waspada.
  5. Biasanya setelah bis melaju beberapa saat, lampu bis akan dipadamkan / temaram. Nah kalau sopir bis kamu (misalnya Eka) nggak matiin lampu, kemungkinan sih sopir bis menyadari adanya copet di dalam bis itu. Kan dia nggak mungkin negur langsung / nuduh sembarangan, jadi itu salah satu bentuk peringatan dari si sopir. 
Kurang lebih itu aja sih, kalau ada tambahan, boleh ditambahin di kolom komentar ya. Thankyou ! 

Rabu, 25 Oktober 2017

Pendakian ke Gunung Raung via Sumber Wringin, Bondowoso

18.08 29 Comments
Puncak Raung
Akhirnya sempet juga nih nulis catatan perjalananku dari Jogja ke Bondowoso untuk mendaki Gunung Raung via Sumber Wringin, Bondowoso. Awalnya aku bahkan tidak berniat mendaki kesini, karena setahuku yang paling popular adalah pendakian via Kalibaru dengan puncaknya yakni Puncak Sejati, namun berkat ajakan Kika, akhirnya aku pun berangkat.

MENUJU BONDOWOSO DARI JOGJA

Menggunakan kereta api Sri Tanjung, kami berdua memulai perjalanan pada hari Jumat pagi, 20 Oktober 2017 pukul 07.00 pagi dan tiba di Stasiun Jember pukul 18.25 petang. Pendakian bahkan belum dimulai namun pantat kami sudah pegal karena 11 jam lebih duduk di kereta. Sampai di stasiun, perjalanan kami masih panjang. Kami harus menuju Kabupaten Bondowoso terlebih dahulu karena disanalah meeting point kami. Setelah memesan taksi online, kami segera menuju terminal Arjasa (bukan Tawang Alun ya). Terminal ini melayani rute bis untuk jalur Jember-Bondowoso-Situbondo.

Dapat aku singkat menjadi berikut :
  1. Naik kereta Api dari Stasiun Lempuyangan – Stasiun Jember = 11 jam 10 menit (07.00 – 18.25)
  2. Ojek / taksi dari stasiun Jember – Terminal Arjasa  = 12 - 16 mnt sejauh 7,4 km melalui Jl. Bondowoso – Jember (19.00 – 19.20)
  3. Naik bis dari Terminal Arjasa – Terminal Bondowoso = Biasanya 35 - 45 mnt, sejauh 27,2 km (20.15 – 21.00)
Sedikit informasi bahwa bis terakhir adalah pukul 21.30, namun terkadang bis tersebut tidak beroperasi sesuai jam sehingga paling aman begitu turun dari kereta, langsung menuju terminal dan mencari bis yang berangkat pukul 19.00.

INFO SINGKAT TENTANG GUNUNG RAUNG

Gunung Raung merupakan bagian dari kelompok pegunungan Ijen yang terdiri dari beberapa gunung. Ada Gunung Suket (2950 mdpl), Gunung Pendil (2338 mdpl), Gunung Rante (2664 mdpl), Gunung Ijen (2443 mdpl) dan beberapa gunung lainnya. Puncak Gunung Raung via Sumber Wringin memiliki ketinggian 3.332 mdpl. Gunung ini adalah salah satu dari beberapa gunung yang masih aktif di Indonesia. 

Ada 4 jalur pendakian yang bisa kita lewati yakni :
1. Via Sumber Wringin (satu-satunya yang melalui Bondowoso. Terletak di Desa Sumber Wringin, Wonosari, Bondowoso Jawa Timur).
Ketiga jalur lain ada di Banyuwangi:
2. Via Kalibaru : jalur ini dibuka oleh tim Mapala Pataga, Surabaya
3. Via Glenmore :  dibuka oleh tim Mapala UI
4. Via Jambewangi : dibuka oleh tim OPA Luwak yang berada di kawasan tersebut,
Cuman, kita nggak bisa melaluinya secara bersamaan soalnya kita tidak bisa memutari puncak gunung. Boro-boro muterin, jalan mau ke puncak aja kanan-kiri udah jurang.

BAGAIMANA CARA MENUJU BASECAMP (BC) SUMBER WRINGIN?

Dari Bondowoso kita menuju daerah Wonosari. Kalau naik angkutan umum kita turun di pertigaan Gardu Atak/ Atap. Dari pertigaan harus naik angkutan lagi menuju ke desa Sumber Wringin, dilanjutkan ke Wisma Pesanggrahan, yaitu pos perijinan atau basecamp pendakian. Kalau kalian naik angkot, tutun dari pasar bisa jalan kaki aja ke pesanggrahan, soalnya hanya berapa ratus meter saja jaraknya. Tapi kalau kalian datengnya malem, tentu udah nggak ada angkot. Opsi berikutnya adalah naik ojek dari Gardu Atak sampai pesanggrahan dengan tarif Rp 50.000.

Untunglah kemarin aku sama Kika nggak perlu repot naik angkot atau ojek. Sampai di terminal Bondowoso, mas Erwin dan Imam menjemput kami kemudian ke rumah Novi untuk packing ulang baru kemudian menuju basecamp bersama-sama naik motor.
Dari Bondowoso menuju BC juga peer tersendiri karena jalanannya panjang, lurus doing, sepi, dan gelap. Bagian gelap ini yang bikin suasana makin asik karena kita hanya bisa mengandalkan lampu motor masing-masing. Maklum waktu itu kami sekitar jam 22.00 baru berangkat menuju BC. Kami melalui Jl. Raya Situbondo dan Jl. Kawah Ijen, menempuh perjalanan sekitar 28 km selama hampir 1 jam.

Baca juga :  Modal 300 Ribu Bisa Naik Gunung Raung Lho !

TIBA DI BASECAMP

Pertama kali tiba di BC, jujur aja sih, aku rada gimanaaaa gitu. Soalnya BC ini agak masuk ke dalam sehingga jauh dari tetangga dan bangunannya merupakan peninggalan jaman Belanda. Nggak perlu aku certain lah ya kalau “peninggalan jaman Belanda” itu kayak apa dan kira-kira apa yang bakal kalian “lihat” disana? Yang jelas aku, Kika, Novi, Imam, dan Mas Erwin setelah berkenalan dengan anggota tim yang lain, segera menyimpan motor kami di gudang, bersih-bersih, lalu tidur di atas kursi yang kami tata sebagai tempat tidur. Lumayan lah empuk dan hangat. Meski ga sehangat pelukan si dia. Hemmm.
Ruangan tempat kami bermalam dan kursi merah tempat kami tidur
Paginya, aku baru bisa melihat dengan jelas kalau BC ini meski tua, namun cukup bersih dan terawat. Ada penjaga yang memang tinggal disini sehingga kebersihannya terjaga. Di bagian belakang dekat kamar mandi ada kolam ikan dan banyak tanaman dalam pot yang ditata rapi. Ibu Endang yang tinggal di BC sangat ramah dan enerjik dalam menyambut para pendaki. Putranya yang juga bertugas sebagai volunteer dan guide untuk para tamu yang datang ke Gunung Raung bernama Mas Wawan Cadas lebih sering berbahasa Madura ketika ngobrol bersama Imam, Novi dan mas Erwin sehingga aku dan Kika kadang suka bingung kalau mereka tiba-tiba tertawa karena kami nggak paham sama sekali.
Wisma Pesanggrahan di Desa Sumber Wringin
Untuk biaya menginap, bagi pendaki dari luar kota dikenai tarif Rp 10.000 per orang, sudah bebas menggunakan kamar mandi dan juga parkir kendaraan, sedangkan yang dari Bondowoso dan sekitarnya seikhlasnya.
Bu Endang yang baik hati dan teman-teman satu tim
Jangan lupa mengisi buku tamu / izin pendakian ya. Kita tidak perlu melampirkan surat keterangan sehat, namun pastikan fisik kita dalam kondisi prima.

MEMULAI PENDAKIAN

Setelah semua berkumpul, sarapan dibagikan oleh mas Erwin. Total pendaki hari itu adalah 21 orang termasuk aku. Masing-masing dari kami memesan 3 buah nasi bungkus, 1 untuk sarapan di BC, 2 lainnya untuk bekal makan selama pendakian. Tepat pukul 06.00 pagi, pendakian pun kami mulai.
Berhubung jumlah kami banyak, maka kami memutuskan untuk menyewa truk yang akan mengantar dan menjemput kami lagi dari BC- Pondok motor PP.
Di Pondok Motor, tepat sebleum pendakian dimulai
1. Basecamp – Pos 1 Pondok Motor : 45 menit - 1 jam
Berangkat jam 06.00 dan tiba pukul 07.00 menggunakan jasa ojek. Waktu itu kami naik truk karena jalur menuju Pos 1 adalah jalur yang lebar dan bisa dilalui kendaraan bermotor. Jika jalan kaki diperkirakan bisa memakan waktu hingga 3 jam. Lumayan banget buat menghemat energi.
2. Pos 1 – Pos 2 yakni Pondok Sumur : 4 jam 25 menit
Jalur menuju Pos 2 sedikit menanjak, melewati ladang warga, kebun kopi, hutan ilalang setinggi dada dan melewati dalam hutan yang lembab dan rimbun. Jalur di pondok kopi ini cukup banyak dan bisa dilalui sepeda motor. Sesekali kita akan berpapasan dengan para petani kopi. Pastikan kalian memperhatikan batang pohon yang diberi tanda dengan pita / rafia supaya tidak salah jalan. Kami sempet salah belok, untung nggak jauh.
Sepanjang jalan pohonnya kayak begini
Pondok Sumur cukup luas dan bisa digunakan unuk mendirikan tenda, meski sayang kalau kita camp disitu karena itu bahkan belum setengah jalan. Kami berhenti makan siang dan sempat tidur sebentar di Pondok Sumur. Waktu itu kami tiba sekitar tengah hari.
3. Pos 2 – Pos 3 Pondok Tonyok (2 jam 15 menit)
Jalan semakin menanjak secara perlahan, dedaunan makin rapat dan rimbun. Banyak batang pohon besar yang tumbang dan bekas terbakar di sejumlah titik. Sesekali kita akan menemukan pohon arbei dan suara burung juga serangga bersahutan.
Foto by mas Erwin
Atas : Pondok Tonyok, bawah : Pondok Demit
4. Pos 3 – Pos 4 Pondok Demit (1 jam)
Pondok Demit tidak terlalu luas, cukup untuk mendirikan 2 atau 3 buah tenda jika sudah kelelahan. Dari pondok Demit ke pondok Mayit, di tengah perjalanan aku berhasil menyaksikan kebesaran Illahi. Matahari terbenam diatas lautan awan yang berwarna kemerahan dengan latar belakang Gunung Semeru. Saking takjubnya sampai nggak motret sama sekali, malah duduk bengong sambil ngatur nafas.
5. Pos 4 – Pos 5 Pondok Mayit (1 jam 15 menit)
 Pos 5 atau Pondok Mayit merupakan tempat favorit untuk mendirikan tenda dan bermalam. Area ini mampu menampung hingga 10 tenda dan tanahnya pun datar. Kami memutuskan untuk bermalam di lokasi ini. Tiba disini waktu itu pukul 18.30 , hari sudah petang, gelap, juga sangat dingin. Untungnya disini banyak pohon sehingga kami cukup aman dari terpaan angin secara langsung.
Pondok Mayit
Dini hari, pukul 01.00 mas Erwin selaku tim leader membangunkan kami semua. Jam 02.00 kami sudah harus siap dan harus sudah makan. Waktu keberangkatan jadi agak molor menjadi pukul 03.00 kurang karena beberapa agak susah dibangunin. 

6. Pos 5 – Pos 6 Pondok Angin (40 menit)
Menuju ke Pondok Angin, bisa dibilang menuju batas vegetasi. Pohon mulai jarang, hanya ada beberapa pohon pinus dengan jarak yang berjauhan. Sejumlah ranting dan batang pohon Nampak terbakar disana-sini, entah terbakar karena cuaca panas dan kering atau sengaja dibakar, yang jelas suasana cukup mencekam. Seperti melewati hamparan padang gosong dan berwarna hitam.
Di Pondok Angin, kami menunggu hingga waktu subuh tiba dan menunaikan shalat subuh disitu.
7. Pos 6 – Memoriam Deden Hidayat - Puncak Raung / Puncak Bayangan (1jam 30 menit)
Selepas batas vegetasi, kita akan menemukan batu memoriam Deden Hidayat, salah satu pendaki yang meninggal dunia ketika mendaki Gunung Raung. Konon, kenapa ada pos yang dinamakan Pondok Mayit, karena ketika evakuasi, petugas (beserta jenazah Deden) sempat bermalam di pondok tersebut.
Memoriam Deden Hidayat
Jalur menuju puncak adalah jalur maut karena kanan-kiri adalah jurang. Lebar jalur kurang lebih setengah meter dan sedikit berpasir. Ketelitian, kesabaran, dan kerja sama sangat dibutuhkan. Lebih baik mengatur jarak sehingga ketika ada yang berjalan perlahan, kita tidak terlalu lama mengantri jalan di belakangnya. Namun pastikan teman di depan dan di belakang kita tetap dalam jangkauan.
Be careful, guys!
Di tengah jalan, ketika berbalik, kita akan melihat pemandangan yang luar biasa. deretan pegunungan Jawa Timur nampak jelas di depan mata. Gunung Semeru, Argopuro, Ijen, Kawah Wurung, Kawah Ilalang, semua nampak jelas dan bikin mata takjub. Mulut juga nggak berhenti mengucap Masya Allah saking kagumnya.
Us
Setelah berhenti beberapa kali, akhirnya aku dan teman-teman berhasil tiba di puncak. Kaldera Raung nampak jelas di depan mata. Juga puncak sejati di sebrang sana. In shaa Allah ada umur panjang bisa naik lewat Kalibaru. Ada mitos yang mengatakan kalau puncak kaldera yang sangat besar dan luas konon adalah sebuah kerajaan Macan Putih. Yang penting jaga sikap, jaga ucapan, dan jangan buang sampah sembarangan.
Alhamdulillah
Aku dan teman-teman berada disini selama hampir 1 jam. Bener-bener nggak ketemu pendaki lain, cuman kami yang naik saat itu. Untung ber-21, coba berempat, nggak tau deh bakalan bisa sampai puncak atau enggak.

Kalau dikalkulasikan semua waktu perjalanan kami menjadi :

BASECAMP – Pos 1 Pondok Motor (45 menit – 1 jam menggunakan ojek)
Pos 1 – Pos 2 Pondok Sumur (4 jam 25 menit)
Istirahat, makan dan tidur siang selama 60 menit
Pos 2 – Pos 3 Pondok Tonyok (2 jam 15 menit)
Istirahat untuk bikin minum hangat 15 menit
Pos 3 – Pos 4 Pondok Demit (1 jam)
Makan lagi dan shalat sekitar 30 menit
Pos 4 – Pos 5 Pondok Mayit (1 jam 15 menit)
Lokasi camp
Pos 5 – Pos 6 Pondok Angin (40 menit)
Pos 6 – Puncak Raung / Puncak Bayangan (1jam 30 menit)
Contact person BC Sumber Wringin : 085236445000 (mas Okta)
Jasa truk/ pick up dari BC ke Pondok Motor PP : 082233630566 (mas Erwin)

BERSIAP UNTUK TURUN

Puas menikmati pemandangan, bikin video, ngabisin makanan, kami segera kembali ke tenda. Perjalanan turun sungguh cepat, jam 9 pagi kami sudah sampai lagi di Pondok Mayit. Selesai memasak makan siang dan bekal untuk di jalan, jam 12 siang kami semua sudah selesai membereskan barang-barang dan siap kembali pulang. Iya, pendakian kali ini ditarget hanya 2 hari 1 malam. Jika perhitungan kami tepat, kami hanya membutuhkan waktu 5 - 6 jam untuk turun hingga tiba di Pondok Motor.
Isi perut setelah turun dari puncak
Kami siap kembali ke rumah !
Di perjalanan turun, kami terbagi menjadi beberapa tim kecil. Aku yang berada di tim kedua beranggotakan 5 orang, yakni aku, Mega, Zain Enggar, dan Yudas berhasil tiba di Pondok Motor sekitar pukul 17.30. Satu demi satu tim lain mulai tiba. Berdasarkan komunikasi dari tim di belakang kami, Novia yang mendaki bareng pacarnya, Yoga, ternyata kakinya kram jadi kesulitan buat jalan. Akhirnya Doni menggendong Novia sedang tas Doni dibawa sama Imam. Beberapa ada yang berniat untuk menyusul, namun kondisi fisik yang kelelahan membuat kami hanya bisa mendoakan yang terbaik semoga tim terakhir mereka segera sampai.

Kondisi kami semua sungguh kepayahan karena semua kehabisan air. Sekedar info, sepanjang jalur nggak ada mata air sama sekali, dan botol minum yang kami simpan di bawah pondok Sumur untuk bekal turun ternyata "hilang". Padahal waktu timku lewat, kami sempat meminumnya dan udah ditaro di tempat semula. Tapi tim di belakang kami bilang boro-boro minum, botolnya ga ada satupun. Hmmmm.....

Kami yang udah tiba terlebih dahulu di Pondok Motor akhirnya meminta truk untuk segera datang sambil membawa minuman dan makanan seadanya. Setelah menunggu cukup lama, jam 21.00, akhirnya tim terakhir yakni Novi, Mas Erwin, Imam, Novia, Yoga, dan Doni datang juga. Semua kepayahan, semua capek dan sibuk dengan pikiran masing-masing.

Sepanjang jalan menuju BC, kami bahkan nggak punya energi buat ngobrol, Semua duduk dan tidur. Lumayan, 1 jam perjalanan bisa dipake merem. Ini merupakan salah satu pendakian "tercapek, terlama, dan ter-ramai" yang pernah kulakukan. Seneng, haru, kagum, capek, ngantuk, dingin, semua jadi satu.

Sampai di BC, setelah bersih-bersih ala kadarnya, kami pun berpisah. Aku, Kika, Imam, Novi dan Mas Erwin pun meninggalkan BC paling terakhir untuk bermalam terlebih dahulu di rumah Novi di Bondowoso sambil cari makan sekalian.

Alhamdulillah semua bisa turun dan sampai rumah dengan selamat. Tinggal aku yang masih harus melanjutkan perjalanan pulang ke Jogja sendirian, soalnya Kika balik ke Mojokerto.

Terimakasih Raung udah ngasih aku keluarga baru, udah ngasih aku pengalaman baru. Semoga bisa kembali lagi tapi via Kalibaru bareng Om Kumis. Aamiin.


Senin, 09 Oktober 2017

AC Daikin, Kesejukan Maksimal dengan Pemakaian Listrik Minimal

18.29 2 Comments
Sumber foto : www.daikin.co.id
Satu bulan terakhir, tepatnya sejak bulan Oktober, daerahku yakni kota Yogyakarta sering sekali turun hujan. Intensitas hujan yang turun pun sudah cukup tinggi. Terkadang, di pagi hari matahari bahkan tidak muncul sama sekali, sedang di malam hari sering terasa gerah dan membuatku susah tidur jika tidak menyalakan kipas angin. Maklum, menjelang turun hujan biasanya suhu makin naik dan membuat tubuh berkeringat. Yang jadi persoalan,  aku jadi mudah terserang flu karena kipas angin harus kunyalakan setiap malam. Karena itulah beberapa hari yang lalu aku dan ibuku memutuskan untuk mencari pendingin ruangan untuk setiap kamar di rumah kami. Memang hal itu sudah diwacanakan sejak lama, namun karena jumlah kamar di rumah kami ada 3, maka ibu harus menyisihkan sejumlah uang terlebih dahulu supaya bisa membelinya sekaligus.

Sebelum memutuskan untuk membeli AC (air conditioner), tentu aku mencari tahu dulu merk apa yang paling populer, paling baik kualitasnya, dan memiliki layanan purna jual. Tentu juga harus AC hemat energi. Akhirnya pilihanku jatuh pada AC Daikin. Kenapa Daikin? Nih ya, soalnya Daikin adalah produsen AC terkemuka dunia dan ada layanan purna jualnya di kotaku, deket rumah juga, tepatnya di Jln.Magelang No 76 Rt 052 / 014, Kelurahan Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta, nomor telepon 0274-551321/ 551071. Tidak sampai 10 menit dari rumah. Layanan purna jual tentunya harus kalian jadikan pertimbangan ketika membeli sebuah produk supaya jika terjadi masalah akan lebih mudah dan lebih cepat ditangani oleh ahlinya. 
Terkait AC yang kupilih, setelah membaca info di www.daikin.co.id  aku menjatuhkan pilihan pada jenis AC Split yang inverter. Pertimbangannya, AC Split memberikan solusi pendinginan udara yang canggih untuk ruang interior zona tunggal. Maklum, posisi kamarku terpisah cukup jauh dari kamar lainnya. Sedang AC dengan inverter berfungsi secara efisien dengan mengendalikan kecepatan motor kompresor untuk menyesuaikan kapasitas pendinginan untuk mempertahankan pengaturan suhu. AC Non-inverter hanya beralih dengan sederhana antara on dan off, sedang AC inverter mengkonsumsi listrik lebih sedikit dibandingkan AC non-inverter. 
Sumber foto : www.daikin.co.id
Keunggulan AC Daikin Inverter
  1. Cepat dingin
  2. Hemat energi
  3. Ekonomis.

Oh iya, waktu mencari info seputar AC kemarin, aku juga membaca tentang Super Multi Hot Water. Bayangkan sebuah AC yang juga memasok air panas atau AC inovatif yang menghasilkan air panas dengan menggunakan limbah panas. Wah, keren! 
Daikin telah mewujudkan mimpi kita menjadi kenyataan. Jadi selama pengoperasian AC, udara panas atau limbah panas yang selama ini dibuang percuma, akan dipancarkan dari unit outdoor, lalu dikirimkan ke penyimpanan pemanas air untuk memanaskan air di bagian dalam sampai 60°C. Sungguh sangat hemat energi bukan? Umumnya, konsumsi untuk pengoperasian AC dan pemanas air listrik terpisah. Bisa dibayangkan berapa uang yang harus kita keluarkan untuk membayar listrik setiap bulannya. Namun dengan teknologi dari Daikin, menjadikan rumah makin nyaman maksimal dengan pemakaian listrik tetap minimal bisa jadi nyata.
Pokoknya setelah pasang AC, rencana berikutnya adalah memasang multi hot water ini di rumah. Gimana? Mantap kan pilihanku? Pokoknya, kalo AC ya Daikin.

Minggu, 24 September 2017

Serunya Naik Kereta Api Wisata Melintasi Rawa Pening

11.54 1 Comments
Museum kereta api Ambarawa nampak dari depan.
Setiap kali melintasi daerah Ambarawa ketika akan menuju kota Semarang, aku selalu berkeinginan untuk bisa naik kereta api wisata dari museum yang terletak di tepi jalan ini. Akhirnya keinginanku baru terwujud pada kunjungan ketiga. Jadi ketika pertama kali kesini, aku baru pulang dari menghadiri resepsi teman dan sudah kesorean. Pada kunjungan kedua, aku kehabisan tiket karena datang kesiangan. Akhirnya di kunjungan ketiga, aku dan keluarga sengaja berangkat pagi-pagi sekali dari Jogja dan berhasil mendapatkan tiket kereta api wisata. Alhamdulillah.
Kereta sedang melintas untuk memulai perjalanan.
Segitunya sih sampe diniatin dateng 3 kali, Jet?

Eits, jangan salah. Aku sampe bela-belain naik kereta wisata ini karena dari yang aku baca, pemandangan yang akan kita lihat sepanjang perjalanan sungguh memanjakan mata. Dari mulai lembah yang hijau antara Gunung Ungaran dan Gunung Merbabu, deretan persawahan di kanan kiri rel, hingga Rawa Pening yang terkenal itu.
Melintasi Rawa Pening
Sebelum bercerita lebih jauh, aku mau cerita tentang Ambarawa dan Museum Kereta Api terlebih dahulu ya.

Sekilas Info tentang Museum Kereta Api Ambarawa

Ambarawa, berdasarkan info yang aku baca awalnya merupakan kota militer pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Raja Willem I kala itu memerintahkan dibangunnya stasiun kereta api baru yang memungkinkan pemerintah Belanda untuk mengangkut tentaranya ke Semarang. Pada 21 Mei 1873, stasiun kereta api Ambarawa pun dibangun di atas tanah seluas 127.500 m² dan dikenal sebagai Stasiun Willem I.
Stasiun kereta api Ambarawa pada akhirnya dialihfungsikan jadi sebuah museum dengan koleksi kelengkapan kereta api yang pernah berjaya pada zamannya. Tepatnya didirikan pada tanggal 6 Oktober 1976. Koleksi musuem ini diantaranya kereta api uap dengan lokomotif nomor B 2502 dan B 2503 buatan Maschinenfabriek Esslingen, serta B 5112 buatan Hannoversche Maschinenbau AG yang sampai sekarang masih dapat menjalankan aktivitas sebagai kereta api wisata.

Kereta Api Wisata Ambarawa

Kereta wisata Ambarawa-Bedono PP atau lebih dikenal sebagai Ambarawa Railway Mountain Tour ini beroperasi dari museum Ambarawa menuju Stasiun Bedono yang jaraknya 35 km, ditempuh dalam waktu 1 jam untuk sampai stasiun tujuan, sehingga total perjalanan adalah 2 jam dan mampu mengangkut hingga 100 orang penumpang.

Perjalanan reguler kereta api wisata Ambarawa ( loko diesel ) dibuka setiap hari Minggu dan hari libur nasional dengan biaya Rp 50.000,00 / orang, dengan kapasitas 1 gerbong 40 orang. Ada 3 kali perjalanan dalam satu harinya dan tidak melayani reservasi (kecuali loko uap, harus reservasi terlebih dahulu). Jadi kalau mau beli tiket, sebaiknya kalian datang pagi-pagi dan antri supaya tidak kehabisan seperti aku dulu ya.

Jam Buka Museum Kereta Api Ambarawa :

Senin – Minggu, pukul 08:00 – 16:00 WIB

Jam keberangkatan kereta wisata Ambarawa:

Jam 08.00
Jam 10.00
Jam 12.00

Harga tiket masuk di museum Ambarawa:

Dewasa Rp 10.000,00
Anak-Anak Rp 5.000,00

Sembari menunggu jam keberangkatan atau bagi teman-teman yang kehabisan tiket dan tidak berhasil naik, jangan khawatir. Kalian masih bisa berkeliling museum dan menikmati aneka koleksi yang ada di museum ini dari mulai beragam lokomotif, alat pencetak tiket jaman dulu, hingga berbagai kelengkapan stasiun dan alat-alat yang digunakan oleh para petugas. 
Di bagian tengah, kalian akan melihat sebuah lubang besar yang dilintasi rel meski tidak dilewati kereta wisata. Mungkin tak banyak yang tahu apa fungsi sebuah lubang besar berbentuk lingkaran sempurna tersebut. Jadi itu adalah sebuah alat yang berfungsi untuk merubah arah gerbong maupun lokomotif. Aku dengar di dalam kompleks bengkel kereta api Balai Yasa di Yogyakarta juga ada lubang seperti itu. Hebatnya, setelah ratusan tahun berselang alat tersebut masih berfungsi sempurna. Besi melingkar yang digunakan sebagai bantalan rel saat alat itu berputar pun masih terlihat bagus.
Berjalan sedikit ke belakang, kalian akan menemukan sejumlah bangunan bekas stasiun kereta yang masih dirawat dengan baik hingga saat ini.
Dijamin, sepulang dari sini kalian akan mampu membayangkan betapa menyenangkannya perjalanan menggunakan kereta di masa lalu. Atau bisa jadi kalian malah ingin mencoba naik kereta api saja jika akan keluar kota.

Nah, bagi yang ingin kesini juga, ini dia alamat lengkapnya.

Lokasi Museum Kereta Api Ambarawa 

Jalan Stasiun No 1, Ambarawa ,Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
No. Telepon (0298) 591035 



Jumat, 22 September 2017

Berkuda di Candi Gedong Songo, Ungaran

12.18 4 Comments
Biasanya minimal dua bulan sekali, aku dan keluargaku yakni ibu (yang biasa kupanggil mami), kakak dan adek berwisata bersama. Saat itu kami memutuskan untuk liburan ke daerah Ungaran, tepatnya ke Candi Gedong Songo.

Terletak di Dusun Darum, Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, ternyata tempat ini sangat ramai dikunjungi para wisatawan, baik wisatawan lokal maupun manca negara. Bahkan waktu itu kami cukup kesulitan untuk mencari tempat parkir, terlebih lokasi candi ini terletak di ketinggian sehingga kami mendapat lokasi parkir di jalan turunan.

Sesuai namanya, Gedong Songo berarti 9 bangunan (candi) yang tersebar di beberapa lokasi. Berada di lereng Gunung Ungaran bagian selatan dengan ketinggian sekitar 1.200 m dari permukaan laut, suhu udara di kawasan wisata ini cukup sejuk, cenderung dingin.

Ketika memasuki kompleks candi, kita akan didekati oleh para joki kuda yang menawarkan jasa. Hal itu dikarenakan lokasi antara candi yang satu dengan candi lainnya cukup lumayan sehingga menunggang kuda adalah pilihan terbaik.

Sejarah Singkat Candi Gedong Songo


Berdasarkan informasi yang ada, Candi Gedong Songo pertama kali ditemukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1740 M. Ketika itu Raffles menemukan sebanyak 7 buah bangunan candi sehingga dia menamainya dengan Candi Gedong Pitu yang berarti tujuh bangunan (candi). Pada tahun 1908 – 1911, seorang arkeolog dari Belanda bernama Van Stein Callenfels kembali melakukan penelitian di komplek candi tersebut dan dalam kurun waktu 3 tahunan Callenfels berhasil menemukan 2 candi lainnya yang bertempat tidak jauh dari candi-candi yang sebelumnya telah ditemukan Raffles, sehingga total candi yang ditemukan menjadi 9 buah.

Dengan ditemukannya 2 candi yang lain ini maka nama Candi Gedong Pitu berubah menjadi Candi Gedong Songo. Candi ini merupakan bangunan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9.

Jadi, setelah mendengarkan penjelasan dari joki kuda bahwa untuk mengelilingi keseluruhan candi akan menguras energi yang cukup lumayan, akhirnya aku dan memi memutuskan untuk menunggangi kuda sementara kakak dan adik lebih memilih berjalan kaki. Sebetulnya aku ingin berjalan kaki juga, namun membayangkan bisa naik kuda keliling candi nampaknya cukup menyenangkan.

Bagi kalian yang ingin naik kuda, jangan khawatir akan dikenai harga mahal karena pengelola sudah menetapkan standar tarif untuk setiap paket. Jadi semua kembali ke pilihan kita mau paket yang mana.

Berikut adalah harga paket wisata kuda Candi Gedong Songo.


Wisata Desa Rp 25.000 (Wisman Rp 35.000)
Ke Air Panas Rp 60.000 (Wisman Rp 70.000)
Ke Candi II Rp 40.000 (Wisman Rp 50.000)
Paket seluruh candi Songo Rp 70.000 (Wisman Rp 90.000)

Aku dan mami memilih untuk paket lengkap yakni Rp 70.000. Satu lagi kelebihan yang aku lihat dari wisata ini, para joki kuda sembari mengiringi pengunjung menaiki kuda, mereka membawa sapu lidi yang berfungsi untuk menyapu kotoran kuda yang jatuh. Jalur kuda dan jalur pejalan kaki pun dipisah sehingga tak perlu khawatir akan menginjak “ranjau.” Super salut pada pengelola yang memperhatikan seluruh aspek kebersihan dan kenyamanan wisatawan yang berkunjung.

Apa Saja yang Bisa Kita Lakukan di Candi Gedong Songo?


Jawabannya banyaaaak ! Nih ya aku jelasin satu per satu
1. Wisata Sejarah dan Arsitektur
Kawasan Candi Gedong Songo ini sangat menarik untuk di kunjungi terutama bagi kalian yang menyukai sejarah budaya dan arsitektur kuno. Konon, Candi Gedong Songo  merupakan candi Hindu yang memiliki kemiripan dengan kompleks percandian di Dieng karena sama-sama dibangun di tempat tinggi, dekat dengan sumber air panas bumi, dan tidak terlalu jauh dengan danau atau telaga. Wah, kalau ditelusuri tentu keduanya memiliki keterkaitan.

2. Berkuda
Bayangkan serunya berkuda menyusuri jalanan, naik turun bukit dan melewati hutan hanya untuk mencapai seluruh candi. Pengalaman berkuda ini dijamin seru dan tak terlupakan!
3.Trekking
Seperti sudah dijelaskan, lokasi Candi Gedong Songo tersebar di punggung Gunung Ungaran sehingga untuk mencapai kompleks candi pertama hingga kompleks candi terakhir kita harus trekking menyusuri lereng gunung. Jangan khawatir, soalnya pemandangan yang ada akan memanjakan mata. Bonus juga udara pegunungan yang super sejuk.

4.Berendam di Pemandian Air Panas Alami
Memang ada kolam pemandian air panas alami yang berasal dari perut bumi dan mengandung sulfur, sehingga bagus untuk terapi penyakit kulit. Sayang waktu itu kami tidak mencoba berendam disini karena terbatasnya waktu yang kami miliki.

5. Menginap di Homestay
Di tempat ini tersedia pondok-pondok kayu yang dijadikan homestay atau penginapan. Lokasinya ada di dalam kompleks candi. Asiknya, kita bisa memilih sendiri tipe pondok yang kita inginkan lho.

6. Camping 
Males tidur di homestay? Gampang! Ternyata kita bisa camping disini juga. Wah, bakalan asik nih kalo camping rame-rame sama temen-temen.

7. Hunting Foto
Kalau ini sih nggak perlu dijelasin. Di zaman serba media sosial seperti sekarang, setiap sudut nampaknya bisa jadi lokasi pengambilan foto yang menarik. Terlebih lagi perpaduan bangunan candi, hutan yang rimbun, serta pegunungan membuat lokasi ini sangat fotogenic.

Gimana, seru kan ? Buat kalian yang pengen kesini juga, aku kasih tahu rutenya kalau dari Jogja ya. Maklum aku dating dari Jogja.

Rute Menuju Candi Gedong Songo

Dari Jogja ikuti jalan menuju Semarang. Sesampainya di Ambarawa, tak jauh dari Wisata Palagan Ambarawa akan ada pertigaan yang sering dijadikan tempat mangkal angkot menuju Bandungan. Belok ke kiri, lurus terus sampai menemukan pertigaan Bandungan, belok ke kiri dan lurus terus sampai POM Bensin Palbapang Sumowono. Nanti akan ada pertigaan, belok kanan dan lurus terus hingga sampai kawasan wisata Candi Gedong Songo.

Jam Buka dan Harga Tiket Masuk

Candi Gedong Songo mulai dibuka jam 06.00 dan tutup pada pukul 17.00 wib.

Harga tiket masuk Candi Gedong Songo:

Wisatawan Domestik Rp.6.000 (Senin sampai Jumat) dan Rp.7.500  (akhir pekan & libur nasional)
Wisatawan Mancanegara Rp. 35.000


Senin, 11 September 2017

Mengenang Kejayaan Pabrik Gula Gondang Winangoen, Klaten

13.30 4 Comments

Sebagai orang Jogja, tentunya jika ingin pergi ke Solo, Surabaya melalui darat aku harus melewati Klaten terlebih dahulu. Tak terkecuali sore itu. Aku yang baru pulang dari nemenin mami dan kakak berburu durian di daerah Klaten, nggak sengaja melihat sebuah kereta lori berhenti di depan pabrik gula Gondang Winangoen, Klaten. Aku yang penasaran segera mengajak kakak untuk memutar balik mobil dan menuju ke pabrik gula yang juga museum tersebut.

Selasa, 05 September 2017

Gua Selomangleng Kediri, Ada di Kota Tapi Terasing

21.35 0 Comments
Sore itu, hari Jumat, aku baru saja kembali dari kantor. Ketika akan mandi tiba-tiba kakak bertanya, "Dek, mau ikut ke Kediri nggak?" tanyanya simpel.

Aku tentu saja bertanya ngapain ke Kediri, ternyata karena pakdeku ingin menjennguk cucunya (keponakanku) yang kemarin terjatuh di sekolah dan jarinya retak.

Jadi rencananya kami berangkat Jumat malam, sampai sana diperkirakan tengah malam karena perjalanan Jogja - Kediri sekitar 7-8 jam. Hari Sabtu dan Minggunya belum ada acara khusus sehingga aku pikir mendingan aku ikut aja, lumayan bisa jalan-jalan. Terlebih minggu ini aku tidak ada acara kemanapun.

Sekitar jam 8 malam kami berangkat dari rumah berlima, aku, kakak, pakde, mbak sepupuku dan suaminya. Kami sempat berhenti buat beli jajanan dan sampai di Kediri sekitar pukul stengah 2 malam. Cepet banget karena selepas bandara Adisutjipto jalanan sepi dan kakak kalo bawa mobil ngebut banget.

Tiba di Kediri

Setelah beristirahat, esok paginya ternyata mbak sepupuku mengajak kami menemui ustadz yang suka bantu kirim doa. Karena males, aku ngajak kakak buat piknik sendiri aja. Kebetulan sepupuku punya motor di rumah. Males bawa mobil meski dipinjemin karena pertama kami ga apal jalan, yang kedua aku mau dateng ke beberapa tempat sekaligus jadi males aja kalo nanti malah macet di jalan.

Tujuan pertama adalah cari makanan. Jadi Kediri ini terkenal dengan oleh-oleh khas tahu pong. Di salah satu tokonya ada yang jual nasi bakar dan lumpia yang menurutku sama kakak enak.

Ada Apa Aja di Kediri ?

Sebelum membahas kemana kami hari ini, aku cerita dulu ya skilas tentang Kediri. Kediri ini kota terbesar ketiga di Jawa Timur setelah Surabaya dan Malang (menurut jumlah penduduk). Kota Kediri terbelah oleh sungai Brantas yang membujur dari selatan ke utara sepanjang 7 kilometer jadi nggak heran kalau kemana-mana kamu pasti melewati jembatan berkali-kali.

Kediri dikenal sebagai pusat perdagangan utama untuk gula dan memiliki industri rokok terbesar di Indonesia yaitu pabrik rokok kretek Gudang Garam yang pabriknya gedeeeeeee banget.

Sebelum berangkat, tentunya aku hunting dulu dong mau kemana. Aku pikir disini nggak banyak obyek wisata, taunya banyak. Ini diantaranya yang bagiku menarik :
  1. Wisata Gunung Kelud Kediri
  2. Gua Selomangleng
  3. Museum Airlangga
  4. Candi Setono Gedong, satu-satunya candi di Indonesia yang ada tepat di tengah kota.
  5. Monumen Simpang Lima Gumul Kediri
  6. Gereja Merah GPIB Kediri, bangunan khas era kolonial
  7. Masjid Agung Kota Kediri
  8. Pusat Tahu Takwa
  9. Gereja Pohsarang
  10. Kebun Bunga Matahari
  11. Gunung Klotok
  12. Taman Wisata Tirtoyoso Park
  13. Konto River Rafting Kediri
  14. Air Terjun Irenggolo
  15. Wisata Alam Air Terjun Dolo
Sebenernya masih banyak, tapi karena keterbatasan waktu aku memilih 4 diantaranya yaitu ke Gua Selomangleng, pusat tahu takwa (buat beli bekal), Gunung Klotok, dan air terjun Dolo.

Gua Selomangleng, Kediri

Gua Selomangleng termasuk objek wisata populer di Kotamadya Kediri yang berada di utara kota tepatnya di Jln. Mastrip, Pojok, Mojoroto, Kota Kediri. Akses jalan raya kesini mulus, banyak angkot dan dekat dengan universitas juga SMA Negeri Kediri. Dinamakan Selomangleng karena lokasinya berada di lereng bukit (bahasa Jawa: Selo = batu, Mangleng = miring). Gua ini ternyata terbentuk dari batu andesit hitam yang berukuran cukup besar, jadi lumayan mencolok dari kejauhan.

Pertama dateng, nyaris nggak ada yang istimewa di gua ini, terlebih guanya cukup kecil. Beberapa meter dibawah mulut gua terdapat beberapa bongkahan batu yang berserakan.
Melongok ke dalam gua, suasana gelap gulita dan aroma dupa cukup menyengat. Jujur ketika masuk aku cukup merinding karena kesan mistis terasa kental sekali saat berada di dalamnya.
Gua ini terbuat dari batuan andesit sehingga menjadikannya kedap air. Tidak ada stalagtit maupun stalagmit yang umum dijumpai pada gua-gua alam. Ada tiga ruangan di gua ini, dari pintu masuk terdapat ruangan utama yang tidak begitu lebar dengan sebuah pintu kecil di sisi kiri dan kanan untuk menuju ruangan lain dari dalam gua.Selain dupa, di lantai banyak bunga-bunga sajen, juga bekas hitam di beberapa titik yang menyiratkan kalau gua ini sering dipakai bertapa atau tirakat bagi kalangan masyarakat tertentu. Oh iya di bagian dalam gua banyak terdapat relief-relief baik di dinding maupun di bagian atas.

Sementara di bagian depan goa, terdapat pohon uanh cukup unik karena dahannya menjalar dan melilit satu sama lain.

Sejarah Gua Selomangleng

Dari cerita yang aku baca, gua ini dulu pernah digunakan oleh Dewi Kilisuci (putri mahkota Raja Erlangga) sebagai tempat pertapaan. Konon sang putri menolak menerima tahta kerajaan yang diwariskan kepadanya dan lebih memilih menjauhkan diri dari kehidupan dunia dengan cara bertapa di Gua Selomangleng.

Goa Selomangleng dilengkapi sejumlah fasilitas seperti kolam renang dengan aneka wahananya dan juga arena bermain anak. Berhubung kami datang hari Sabtu, lokasi wisata ini sepi banget. Bahkan pas kami disana selama sekitar 2 jam, hanya ada 9 pengunjung yang datang (termasuk kami).

Selesai mengelilingi gua, sebelum pulang aku mengajak kakak masuk ke msueum Airlangga yang tak jauh dari lokasi gua. Sedikit miris karena saking sepinya, petugas museum sampai ketiduran di kursi. Ya memang hawanya juga mendukung sih, bangunan museum ada di bawah pohon besar dan jendela museum besar-besar sehingga udara segar bebas masuk. Aku aja jadi ngantuk dan pengen pasang hammock di bawah pohon trus mager.

Selain ke gua, kalo niat kita bisa naik ke Gunung Maskumambang yang ada di samping Museum Airlangga. Untuk naik gunung nggak perlu susah juga soalnya udah dibangun tangga untuk naik ke atas. Berhubung waktu itu udah jam 1 siang tentu panas banget, jadi kami cukup di gua dan museum aja. Setelah itu kami menuju Gunung Klothok yang dipuncaknya terdapat sumber mata air yang bernama 'Elo'. tapi karena pas mau naik banyak anak-anak muda pacaran (dan serius hawanya panas banget), lagi-lagi kami nggak jadi naik. Apalagi aku udah sering naik gunung, jadi siang itu aku sedikit males untuk berjalan ke atas.

Buat kalian yang mau main ke Kediri, nggak ada salahnya buat kesini. Bisa piknik sambil leyeh-leyeh di bawah pohon dan menikmati udara sejuk.

Lokasi Gua Selomangleng, Kediri :