Follow Me @rezadiasjetrani

Jumat, 21 Januari 2022

4,5 Bulan di Dunia, Selamanya di Surga, Selamat Jalan Anakku Sayang.

10.24 38 Comments

Yogyakarta, 20 Januari 2022


Untuk mengenang Almarhumah Mami saya, Ibu Suciatiningsih binti Somodisastro yang berpulang pada 7 Desember 2021 dan ananda Baruna Arungbumi Lairdalu bin Renky Liniaryadi yang berpulang pada 6 Januri 2022. 



Assalamualaikum teman-teman semua. 

Setelah sekian lama akhirnya saya memberanikan diri untuk menulis kisah ini, guna menjawab pertanyaan dari banyak teman, baik melalui WA pribadi ataupun DM instagram tentang apa yang terjadi pada Rumi.


Banyak yang penasaran apa yang terjadi karena saya tidak sharing apapun tentang "penyakit" Rumi, yang terlihat adalah ia sehat dan ceria. Namun tiba-tiba ia tiada. 


Rumi memang tidak sakit teman-teman. Rumi terlahir sehat dengan proses persalinan normal. Tumbuh kembangnya baik, sesuai milestone bahkan ia sudah jago tengkurap sejak usianya 3,5 bulan. Namun akhirnya  Rumi kembali ke surga pada 6 Januari 2022 silam, di usia 4 bulan 21 hari. Menyusul ibunda saya yang sudah lebih dulu berpulang 1 bulan sebelumnya. 


Semoga apa yang saya alami bisa jadi pembelajaran untuk teman-teman semua.


-------------------


Bismillahirrahmannirrahim. 


Sejak mami meninggal satu bulan yang lalu, otomatis saya mengerjakan apa-apa sendiri. Saya di Jogja, suami di kerja di Jakarta. Kami LDM dan bertemu paling tidak setiap 2 minggu sekali. Sebetulnya papa mama mertua sudah mengajak saya kembali ke Cilegon (jadi domisili kami di Cilegon, kami membeli rumah disana sejak tahun lalu), namun karena saya masih mengurusi beberapa hal, saya masih berada di Jogja. 


Rumi adalah anak kedua saya dan suami. Anak pertama kami yakni Saga, sudah berusia 2,5 tahun. Semuanya laki-laki. 


Pagi hari yang indah dan cerah, Kamis, 6 Januari 2022. 


Biasanya kalau saya mandi, shalat, mencuci pakaian, dll saya bergantian dengan mami untuk mengawasi Rumi dan Saga. Tapi karena mami sudah tidak ada, ya hampir ini itu saya kerjakan sendiri dibantu adik laki-laki saya. Kami memang tidak punya ART sama sekali karena terbiasa membereskan semuanya sendiri sedari kecil.


-------------------


Pagi itu Rumi habis menyusui dan tertidur pulas. Waktu akan saya tinggal, sekitar jam 7 pagi. Biasanya dia bangun 1 atau 2 jam kemudian (tanpa nangis atau gelisah jadi tidurnya selalu nyenyak).


Rumi baru menangis ketika terbangun, atau lapar dan haus setelah 2 jam tertidur (biasanya kalau malam). 


Jam 7an saya tinggal mencuci, menjemur baju, menyapu...yaaa daily activity ibu-ibu seperti biasa. Saga masih tidur di kamar adik saya, dan adik saya sedang di rumah depan mengecat kamar kos (kami mengelola kos-kosan di rumah).


Posisi pintu saya buka jadi kalau Rumi terbangun dan menangis, saya biasanya mendengar. Biasanya.... .


Sampai jam setengah 8 saya tidak mendenger suara tangis apapun. Saya pikir ya dia masih tidur pulas.


Saya pun kembali masuk ke rumah, Rumi ternyata sudah tengkurap di kasur dengan kepala menghadap ke bawah, bukan miring. Posisinya sudah berubah dari posisi awal ketika saya tinggal. Rumi ini memang sudah lancar tengkurap sejak 3, 5 bulan dan sudah bisa membalik badannya lagi (kembali telentang).


Rumi saya angkat...ternyata hidungnya sudah berdarah. Badannya dingin. Ubun-ubunnya cekung karena tidak ada pasokan oksigen ke otak dan ini fatal sekali dampaknya bagi tubuh manusia. Lima menit saja fatal, apalagi ini saya tidak tahu berapa lama dia tengkurap (saya tinggal sekitar 30 menitan). 


Saya goyang-goyang badannya dan tetap tidak bangun. Tidak ada respon apapun. Saya dan adik langsung ke UGD RS, bersama Saga yang bahkan masih belum sadar karena ia terbangun mendengar saya berteriak panik. Jarak RS sekitar 10 menit dari rumah.


-------------------


Jangan tanyakan bagaimana rasanya... syok... panik... kaget... kalut... mengutuki diri... semua jadi satu. Saya coba memberi bantuan pernapasan, namun tidak ada perubahan berarti. Rumi tetap tidak bergerak. 


Sampai UGD RS, Rumi langsung ditangani saat itu juga. Detak jantungnya kembali, denyut nadi kembali. Tapi lemah...benar-benar lemah. Matanya masih merespon ketika disenter. Berarti Rumi masih hidup, atau kembali hidup, saya tidak tahu. Saya hanya bisa menunggu sambil menangis. Setelah agak tenang, saya hubungi sanak saudara, suami, mertua, semua saya kabari.


Semua berkas untuk perawatan, berlembar-lembar, saya isi dan tanda tangani sendiri. Sembari memandangi Rumi dari balik kaca. Tubuh mungilnya dikelilingi banyak orang. 


-------------------


1,5 jam kemudian ( sekitar jam 9.30 WIB ) Rumi masuk ICU atau NICU atau apalah itu istilahnya. Posisi suami sudah menuju Jogja naik mobil bersama mertua dan ipar. Sebetulnya suami saya akan naik pesawat ke Jogja, tapi sampai di bandara ia terlambat check in, jadi gagal terbang.


-------------------

Siang hari, Kamis, 6 Januari 2022

Ruang ICU Rumah Sakit




Lorong yang panjang, sunyi dan gelap. Saya ditemani saudara dan teman-teman terduduk lesu. Menanti kabar dari perawat.


Rumi berada di balik pintu kaca itu. Saya belum tahu apa yang terjadi. Apa yang dia alami di dalam sana. 


Akhirnya saya dipanggil masuk. Rumi dipasangi ventilator berdasarkan persetujuan saya (katanya tidak ada opsi lain karena Rumi tidak bisa bernapas sendiri). Pun saya percaya pilihan yang dilakukan pihak RS adalah yang terbaik. Intinya saya minta anak saya bisa selamat! Lakukan apapun! Selamatkan Rumi!


-------------------


Ruang ICU cukup ramai. Banyak pasien lain yang dirawat disini. Tapi semua sudah berusia senja. Hanya Rumi yang masih bayi. Masih belia. Hanya Rumi. Ruanganya terpisah, berada di ujung dengan dinding kaca.


Apa yang saya lihat di depan mata sungguh menyayat hati. "Ya Allah, apa yang telah kulakukan pada anakku? Kenapa semua jadi begini?" ucapku pada Allah.


Tak kuasa tangan ini menyentuh Rumi. Tak pantas rasanya saya menangisinya. "Rumi, maafin bunda sayang. Maafin bunda ya nak. Rumi... bunda janji nggak akan tinggalin Rumi lagi. Bunda akan terus di samping Rumi. Kita hidup bersama yang lama di dunia ya sayang. Rumi kuat. Rumi anak hebat! " saya curahkan segenap perasaan saya dan membisikkannya di telinga Rumi.


Selang ada yang masuk dari hidungnya, ventilator di mulutnya, kemudian ada selang lain yang langsung ke percabangan jantungnya (dimasukkan dari pangkal leher) dan jarumnya amat besar. Memasangnya saja susah. Melihat Rumi yang sekecil itu dipasangi berbagai macam selang... membayangkan rasa sakit yang ia rasakan, hancur sekali rasanya. 


Karena Rumi masih bayi, saya bebas mendampingi dia kapanpun. Perawat dan dokter juga kooperatif sekali. Saya keluar masuk ICU hanya untuk ke toilet, shalat, dan makan.


Makan? Kamu bisa makan Jet? Masih bisa makan??? Saya pun tak ingin makan. Mulut ini berat sekali untuk mengunyah. Saya makan sambil menangis. Sambil terisak. Saya harus makan karena harus menyetok ASIP untuk Rumi. Selama ini saya DBF sehingga saya tak punya cadangan ASIP di kulkas. 


Alhamdulillah, ASI saya melimpah. Dalam hitungan jam saya bisa menyetok 4 kantong bahkan lebih untuk Rumi, meski akhirnya tak ada setetespun yang masuk ke tubuh Rumi. 


-------------------

Jam 15.00 Rumi kejang, demam sampai 40 derajat tapi badannya dingin sekali. Dia sampai dipakaikan selimut dan dihangatkan dengan selang besar, seperti di sauna (karena badannya kehilangan kemampuan mengatur suhu). Saya genggam telapak tangan dan kakinya sambil berdoa. Sambil mengajaknya mengobrol. Jika saya ajak ngobrol, indikator alat banyak yang berwarna kuning (yang artinya Rumi bernafas sendiri). Kalau merah, berarti ia bernafas berkat bantuan ventilator.


Tak putus saya ajak Rumi mengobrol. Saya ceritakan mimpi-mimpi dan harapan saya. Saya beritahu Rumi kalau ia anak yang hebat. Saya ingatkan Rumi kalau dulu kami pernah berjuang bersama, hanya berdua masuk ke ruang bersalin (waktu itu papanya Rumi masih dalam perjalanan menuju Jogja), tapi kami berhasil bukan? Rumi terlahir sehat dan selamat, bahkan hanya dalam 1 tarikan dan dorongan nafas, ia sudah keluar. Rumi anak baik dan hebat sedari lahir.


Alhamdulillah banyak kuningnya! Respon Rumi positif mendengar suara saya. Allahu Akbar! Rumi pasti pulih kembali!


-------------------


Jam 18.00 saya pamit shalat. Saya bilang padanya Bunda akan pergi sebentar, nanti kembali lagi. Baru selesai wudhu, saya sudah dipanggil lagi ke ICU lagi karena Rumi henti jantung kedua (henti jantung pertama waktu di rumah). Saya bacakan ia doa-doa. Saya yang sebelumnya sudah mulai bangkit dan bersemangat mulai menangis kembali. 


Saya bisikkan segala macam kata di telinganya. Saya memohon pada Allah jangan jemput Rumi dulu... Saya mohon pada Allah biarkan Rumi di dunia bersama kami lebih lama lagi. Jangan jamput Rumi dulu, ya Allah! Hamba mohon padaMu. 


Detak jantung Rumi berhasil kembali. 


-------------------

6 Januari 2022 Pukul 18.45


Seusai saya kembali dari shalat, ternyata Rumi sudah henti jantung ketiga. Petugas medis berkerumun, segala upaya sudah dilakukan... . Posisi saya masih sendirian di ICU (keluarga hanya bisa menemani di luar) dan suami masih belum tiba. Yang boleh bebas keluar masuk hanya orang tua kandung.

Jantungnya dipacu... perawat bergantian tanpa putus. Semua bahu membahu. Petugas medis berjuang, Rumi berjuang, saya berdoa sambil menggenggam tangannya. Rumi harus selamat! Rumi pasti selamat! 


---------------------------


Saya sudah tidak bisa lagi menggambarkan bagaimana rasanya. Sendirian di ICU mendampingi Rumi. Sedari pagi saya di RS. Anak saya terbujur lemah dengan beragam alat di tubuhnya. 


Saya merasa bersalah, mengutuki diri, meminta maaf ke Rumi, ke Allah. Merasa bodoh. Teledor. Segala rasa campur aduk... . Saya merasa gagal menjadi ibu yang baik. 


Sampai akhirnya Rumi sudah tidak merespon apapun lagi dan dinyatakan meninggal pukul 19.00 WIB, malam Jumat. Malam tersedih dalam hidup saya. Sebuah awal tahun yang memberikan kenangan pahit dalam hidup saya. 


Segala doa dan permohonan yang saya bisa, sudah saya panjatkan. Bahkan kalau bisa saya pindah rasa sakit itu, akan saya lakukan. Demi Rumi. Tapi Allah berkehendak lain.


---------------------------


37 minggu di kandungan, 4 bulan 21 hari di dunia, namun selamanya di surga. Hanya sesingkat itu. Amat sebentar. Rasanya baru kemarin, Rumi saya lahirkan ke dunia. Baru kemarin dia baik-baik saja, sehat, bahagia, ceria, tak kurang suatu apa. 


Sembari menunggu alat-alatnya dilepas, saya kabari suami yang masih dalam perjalanan. Meminta maaf dan mengatakan, bahwa Allah lebih sayang anak kami. Rumi telah  berpulang. Rumi pergi ke tempat yang lebih baik. 


Saya gendong Rumi dipelukan, diatas tempat tidur ICU. Saya peluk dan saya nyanyikan lagu nina bobok untuk terakhir kalinya. Ingin rasanya saya berbaring selamanya disamping Rumi. Tak ingin saya lepas bayi mungil tak berdosa ini. Anakku. Rumiku. Sayangku! 



---------------------------


Dua jam kemudian Rumi baru bisa dimandikan. Saya gendong ia dari kamar ICU menuju ruang forensik didampingi para sahabat dan keluarga. Terasa jauh. Terasa sunyi. Seperti mimpi. Tak ada suara lain yang bisa saya dengar malam itu. 



Saya mandikan Rumi seperti biasa. Ia seperti bayi yang sedang tidur nyenyak. Rumi nampak ganteng dan tenang sekali. Gembul, menggemaskan seperti boneka. 


Sedamai dan secerah itu wajah bayi tanpa dosa yang menghadap penciptaNya. Sungguh Maha Besar Allah. Ini pertama kalinya saya melihat jenazah makhluk tanpa dosa, yang bahagia bertemu penciptaNya. 



"Maafin Bunda ya nak..maafin bundamu yang teledor ini. Semoga Allah memaafkan dan mengampuni bunda ya nak. Semoga Rumi memaafkan bunda juga ya nak. Nanti kita ketemu lagi. Bunda besarin kak Saga dulu di dunia...nanti kita ketemu lagi. Rumi sama eyang dulu ya sayang." Saya ulang terus kalimat-kalimat itu di telinga Rumi sambil menangis. 


-------------------


Jam 21.30 saya kembali ke rumah. 10 menit kemudian, suami saya-ayah Rumi, mertua dan para ipar saya pun tiba.


Tangis kami pecah. Semua bergantian memeluk saya. Saya takut akan disalahkan akan semua keteledoran ini.  

Namun nyatanya tak ada yang menyalahkan saya. Semua adalah kehendak Allah. 1001 jalan Allah menjemput hambaNya. Semua sudah ditakdirkan, meski menyakitkan.


Rumi pernah berada di rahim saya selama 9 bulan, 4,5 bulan dalam dekapan. Segenap cinta saya berikan untuknya. Saya gendong, saya peluk, saya susui ia. Saya nyanyikan, saya doakan, tapi saya masih tetap merasa kurang dalam banyak hal.  Betapa cepatnya ia pergi meninggalkan saya. Meninggalkan lubang besar yang masih menganga sejak kepergian mami. Kini ia menyusul pergi. Terasa bertubi-tubi, begitu beruntun.


-------------------


Jumat, 7 Januari 2022 pukul 00.00


Karena semua sudah berkumpul, Rumi kami makamkan malam itu juga, pukul 12 malam. Langit malam yang kelam dan udara yang dingin membuat saya semakin hancur karena membayangkan tubuh kecil Rumi terbaring sendirian. Di bawah sana. Dalam kegelapan. Saya hanya bisa menatap Rumi dengan pandangan kosong. Saya benar-benar berharap ini semua mimpi.


Suami saya menggendong Rumi ke peristirahatan terakhirnya. Ia tidak banyak menangis, tapi saya yakin ia sama hancurnya dengan saya, bahkan mungkin jauh lebih sedih. Ketika Rumi terlahir, ia belum tiba. Kini ketika Rumi berpulang, ia juga belum tiba. 




---------------------------


Makam Rumi terletak di bawah makam ibu saya. Saya bisikkan ke nisan ibu saya,"Mami, adek titip Rumi ya. Aku titip anakku Mam. Semoga mami bisa ketemu Rumi dan menggendong Rumi sepuasnya. Adek ikhlas mam. Kalau Allah dan Mami lebih sayang Rumi...adek ikhlas. Kita pasti ketemu lagi."



-------------------


Saya bersyukur Allah memberi saya suami dan keluarga yang luar biasa. Mertua dan ipar saya bahkan menguatkan setiap saat. 


---------------------------


"Ya Allah...betapa Maha Kuasanya Engkau. Kau panggil ibuku , 1 bulan kemudian kau panggil anakku." 


Dunia saya terasa runtuh. Koyak kehilangan akar. Hancur kehilangan masa depan. Tapi semua yang saya miliki, nyatanya bukan milik saya. Semua hanyalah titipan. Tak ada yang benar-benar milik saya kecuali iman.


Saya bahagia bisa menjadi anak dari ibu saya meski hanya 33 tahun.

Saya bahagia bisa menjadi ibu dari Rumi meski hanya 4,5 bulan.


Allah tetap Maha Baik. Allah lah Pemilik Segala. Allah percaya saya kuat, Allah kuatkan saya. Jadi saya harus kuat apapun yang terjadi. Saya masih punya Saga, mas, dan keluarga besar yang selalu ada. 



---------------------------


Kini saya sudah jauh lebih baik. Sudah mulai berdamai dengan perasaan bersalah ini. Meski bagi saya, penyesalan akan semua yang sudah terjadi terus berputar di kepala.  


Saya sudah bisa kembali tertawa, merasa baik-baik saja. Tapi sesekali di malam-malam yang sunyi, saya susah tidur lalu menangis hingga lelah. Saya pandangi foto Mami dan Rumi. Saya tonton video mereka. Saya ingat kembali wangi tubuh dan senyum tawa mereka. Ya Allah, bahagianya saya waktu itu masih bisa berkumpul bersama. Saya rindu. Rindu sekali! 


---------------------------


Untuk teman-teman, semoga apa yang saya alami ini tidak terulang lagi pada siapapun. Tolong kalau buah hati akan ditinggal, ada yang mengawasi atau masih dalam pantauan kita.


Segala rutinitas yang kita anggap "Ah biasanya nggak papa." Atau "Ah selama ini aman kok" ternyata bisa membuat kita lengah. Entah tidur, entah anak main di kamar mandi, entah anak main di dapur, segala resiko itu ada. Segala hal bisa terjadi.


---------------------------


Yang memperparah kondisi Rumi karena terhentinya pasokan oksigen ke otak dan itu mempengaruhi berbagai aspek dalam tubuhnya. 


Pun seandainya Rumi berhasil selamat, dia akan menjadi anak yang "istimewa". Saya dan mas pun siap dengan segala resiko dan dampak yang ada. Bagi kami, yang penting Rumi selamat terlebih dahulu. 


Kemarin ada istilah yang dialami Rumi tapi berkas rumah sakitnya belum saya buka ulang dan saya lupa istilahnya. Kurang lebih hipoksia-anoksia atau semacamnya, jujur saya lupa dan masih terlalu menyakitkan untuk saya cari tahu. Semoga teman-teman bisa mengerti ya. 


Bagi kalian yang masih memiliki orang tua, sayangilah mereka. Bahagiakan dan curahkan segenap cinta kalian sepuasnya. Kalian akan menyesal ketika orang tua sudah tiada.  Merasa belum bisa membahagiakan mereka dengan maksimal. 


Mami adalah ibu yang luar biasa baik dan hebat, yang membesarkan 3 anaknya seorang diri. Yang sudah seperti kakak dan sahabat, yang bahkan sudah jadi maminya orang banyak, yang jadi maminya teman-temanku juga, semoga mami bahagia disana. Semoga segala dosa mami diampuni dan diterima seluruh amal ibadahnya, Aamiin.


------------------


Akhir kata, jaga kesehatan ya untuk teman-teman semua. Semoga kita semua senantiasa dalam lindunganNya.





With Love, 

Jetrani, Renky, Saga.