Follow Me @rezadiasjetrani

Kamis, 13 Februari 2020

Sisa-Sisa Benteng Fort Willem I yang Nyaris Terlewatkan

Bagian dalam Benteng Fort Willem I
Jika berkendara dari Yogyakarta atau Magelang menuju Semarang, aku selalu melewati Ambarawa. Tak terhitung sudah berapa puluh kali aku lewat, tapi baru-baru ini aku menyadari ada sebuah benteng yang terlihat dari tepi jalan. Benteng itu adalah Benteng Fort Willem I atau lebih dikenal dengan nama Benteng Pendem Ambarawa, yang berlokasi di Lodoyong, Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah.

Sungguh disayangkan ternyata tak banyak yang menyadari keberadaan benteng ini, aku salah satunya. Bisa dibilang keberadaannya nyaris terlewatkan.

Konon, Benteng Pendem dibangun pada tahun 1834 dan selesai 1845. Lokasinya tak jauh dari  Museum Kereta Api atau di belakang Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ambarawa dan berada di kompleks Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Ambarawa.

Pada tahun 1840-an ketika VOC berkuasa di Jawa, Ambarawa bisa dikatakan titik sumbu strategis antara Semarang dan Surakarta. Pada awal abad 18, VOC membangun benteng benteng di sepanjang jalur Semarang– Oenarang (sekarang Ungaran) – Salatiga – Surakarta (Solo).

Untuk menuju kesini, dari jalan utama kita tinggal mencari jalan kecil beraspal dan mengikuti jalan. Tak ada petunjuk berarti sehingga aku mengandalkan aplikasi peta  di handphone dan bertanya ke warga sekitar. Jalannya sendiri aspal mulus yang bisa dilalui mobil. Nantinya pengunjung harus memarkirkan mobilnya di tepi sawah atau rumah warga kemudian berjalan kaki menyusuri jalan setapak selama 5 menit. Jika kalian naik sepeda motor, kalian bisa parkir tepat di samping retribusi yang dikelola warga.

Pintu masuk menuju Benteng Fort Willem I
Tiket masuk ke benteng ini hanya Rp 5 ribu rupiah per orang. Kita bisa berfoto dengan latar belakang reruntuhan benteng yang masih nampak kokoh meski sebagian sudah mulai runtuh disana-sini. Meski terdiri dari 2 lantai, kita tidak diperbolehkan naik ke lantai 2 ya. 
Meski dilarang, tetap ada yang naik ke lantai 2.
Bangunan di lantai 2 nampaknya digunakan untuk tempat tinggal, terlihat dari banyaknya jemuran pakaian dan juga barang-barang rumah tangga yang ada di sejumlah sudut. Sedikit disayangkan karena bangunan ini jadi nampak kumuh.
Lantai 2 nampaknya dipakai sebagai rumah tinggal.
Sejumlah coretan dari tangan-tangan jahil pun membuatku merasa miris sekaligus gemas. Banyak tulisan dengan spidol di tembok maupun tangga yang sebenarnya tak perlu ditinggalkan para wisatawan.

Berjalan sedikit ke belakang, ada mushola dan juga sumur yang bisa digunakan untuk berwudhu. Warga sekitar juga terbiasa berlalu lalang melalui benteng ini karena banyak sepeda motor warga yang keluar masuk. Sepertinya ada jalan tembus di bagian belakang meski aku tak tahu kemana arahnya.

Setiap sudut di Benteng Pendem pun menarik dijadikan sebagai obyek foto. Reruntuhan bangunan, tembok 'jadul' yang sudah berlumut, hingga lorong benteng yang eksotis, sangat menarik sehingga banyak anak muda yang datang kesini untuk berfoto guna diposting di media sosial mereka.

Bagi kalian yang ingin datang ke Benteng Pendem, pastikan untuk menjaga kebersihan dan kelestarian benteng ini dengan membuang sampah pada tempatnya dan tidak melakukan aksi vandalisme ya.

Xoxo, 
Jetrani



Tidak ada komentar:

Posting Komentar