Gunung Lawu memiliki ketinggian 3.265 meter di atas permukaan air laut. Gunung Lawu terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur dan ada tiga jalur utama untuk memulai pendakian Gunung Lawu. Pendakian melalui Candi Cetho dan Cemoro Kandang berlokasi Jawa Tengah dan satu lagi melewati Cemoro Sewu di Jawa Timur. Basecamp via Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu ini hanya berjarak sekitar 300 meter saja.
Apa sih bedanya via Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu ?
Jika kamu memilih pendakian dari Cemoro Kandang, kamu akan melewati 5 shelter dengan jalur yang sudah ditata dengan baik. Jalur ini lebih cocok untuk pemula karena banyak bonusnya alias banyak landainya.
Pendakian melalui Cemoro Sewu juga akan melewati 5 shelter. Hanya saja Cemoro Sewu jalurnya agak sedikit sulit jika dibandingkan Cemoro Kandang, namun waktu tempuh hingga ke puncak relatif lebih singkat. Oh iya jalurnya pun sudah ditata sedemikian rupa dan berbentuk tangga batu. Bagi kalian yang lebih menyukai trek tanah, mendaki anak tangga hingga nyaris ke puncak gunung tentu menjadi “kemalasan” tersendiri, termasuk bagi saya hehe. Karena itu saya memilih mendaki lewat Cemoro Kandang dan nantinya turun lewat Cemoro Sewu.
Perjalanan dimulai pada tanggal 16 Agustus 2015 dimana saya dan Yugo menggunakan kereta api Prameks buat menuju Solo. Nanti di Solo sudah ada dua teman kami yang menggunakan sepeda motor untuk menuju basecamp. Baru mau berangkat aja udah drama banget. Jadi waktu itu Yugo datang lebih dahulu dan sudah membeli tiket untuk kami berangkat jam 8 pagi. Nah, dasarnya saya kalo dateng mepet-mepet, jam 8 kurang 5 menit saya baru sampe stasiun dan kereta api masih ada di depan mata.
Saya cari Yugo kesana kemari karena kita masih punya waktu untuk mengejar kereta namun ia tak saya temukan. Ternyata Yugo udah pergi ke loket untuk beli tiket kereta jam berikutnya karena ia menduga saya akan terlambat.
Dan ketika kereta berangkat, Yugo datang dengan 2 tiket baru di tangannya. Huft , oke baiklah. Setelah itu karena sama-sama bete kami pun saling mendiamkan sepanjang jalan hingga kereta hampir tiba di Solo. Sesampainya di Solo (kami udah baikan), teman kami Agenk sudah datang menjemput dan mengantarkan kami satu-satu ke terminal bis. Jadi ceritanya saya dan Yugo naik bis hingga Karanganyar dan Agenk serta teman kami Wawan akan menyusul naik motor. Nantinya kami akan janjian di Terminal Tawangmangu.
Biar praktis, kurang lebih begini rute perjalanan menuju Gunung Lawu menggunakan kendaraan umum dari Jogja:
Jogja - naik kereta api Prambanan Ekspress menuju Solo (8 ribu rupiah) - turun di stasiun Balapan - menuju terminal Tirtonadi - naik Bus Langsung Jaya atau Rukun Sayur menuju Terminal Tawangmangu (12 ribu rupiah) - naik colt L300 menuju basecamp Cemoro Kandang atau Cemoro Sewu (15 ribu rupiah). Biasanya, colt terakhir beroperasi sekitar jam 5 sore.
Kami memutuskan untuk mendaki via Cemoro Kandang yang mempunyai panjang jalur kurang lebih 12 km dikarenakan tipe jalurnya yang relatif landai. Oh iya Gunung Lawu merupakan gunung api yang memiliki 3 puncak yaitu puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Hargo Dumilah yang menjadi tujuan utama para pendaki adalah puncak tertinggi Gunung Lawu (3265m dpl). Puncak ini juga dipercaya sebagai lokasi "moksa" nya Raja Brawijaya V.
Pendakian gunung lawu via Cemoro Kandang membutuhkan waktu kurang lebih 8-9 jam. Sebelum melakukan pendakian kami harus melakukan pendaftaran terlebih dahulu dengan membayar biaya sebesar 10 ribu rupiah/ orang ( sudah mencakup asuransi) dan meninggalkan salah satu identitas diri berupa KTP. Disini nama kami semua didata dan menuliskan nomor telepon yang dapat dihubungi dalam keadaan darurat.
Di depan pos pendakian terdapat banyak warung-warung makan. Berhubung tadi di terminal Tawangmangu kami sudah makan maka kami segera memulai pendakian. Perjalanan dimulai sekitar pukul 16.00 WIB.
Berikut adalah rute pendakian Gunung Lawu via Cemoro Kandang :
Sumber : www.coklatz.com |
Rute Pendakian Gunung Lawu via Cemoro Kandang :
Pos 1 (Taman Sari Bawah)
Dari Cemoro Kandang menuju Pos 1 (Taman Sari Bawah) jalur agak landai. Pos ini berada pada ketinggian 2.237 mdpl dan berjarak kurang lebih 1 jam pendakian dari basecamp. Pos ini berupa bangunan batu dan tidak ada sumber air di pos ini. Konon katanya pada hari Kamis sampai Minggu ataupun hari-hari besar, ada sejumlah pedagang yang berjualan di pos ini.
Pos 2 (Tamansari Atas)
Pos 2 terletak di ketinggian 2.470 mdpl, treknya sedikit menanjak dan dengan waktu tempuh sekitar 1 jam dari pos sebelumnya. Pos 2 ini berupa pondok dari batu dan juga sering ditemukan ada pedagang yang berjualan di pos ini. Yang menarik dari pos ini, pendaki bisa melihat kawah Gunung Lawu yang dikenal dengan nama Kawah Condrodimuko yang sering menyemburkan asap dan bau belerang. Tetapi karena ketika kami sampai di pos 2 menjelang magrib, kami tidak melihat kawah tersebut. Di pos 2 ini kami memutuskan untuk beristirahat sejenak diatas rerumputan. Beberapa tenda nampak didirikan di pos 2 ini.
Pos 3
Sebelum sampai di pos 3, kami melewati pos bayangan berupa bangunan pos permanen yang diberi seng. Waktu tempuh ke pos bayangan ini kurang lebih 1 jam jika dari pos 2.
Pos Bayangan
Dari pos bayangan menuju pos 3 jalur yang dilewati melingkar-lingkar menyusuri tebing batu yang sempit dan menyusuri lereng puncak Cokro Suryo. Jalanannya relatif landai dan tanaman tumbuh tinggi di sekitar kami. Biasanya ketika jalanan landai seperti ini kami berjalan cepat setengah berlari. Menurut kami, jalur ini merupakan jalur paling panjang dibanding jalur menuju pos-pos yang lain.
Pos 3 (Pengik)
Setelah berjalan kaki sekitar 2 jam akhirnya sampailah kami sampai di pos 3 sekitar pukul 21.00 WIB. Pos 3 ini terletak di ketinggian 2.780 mdpl. Berhubung malam itu adalah malam 17-an, maka tak heran pos 3 ini sudah dipenuhi oleh banyak tenda pendaki. Kami memutuskan untuk berjalan lebih jauh dan mendirikan tenda sebelum pos 4 saja.
Setelah berjalan kaki sekitar 2 jam akhirnya sampailah kami sampai di pos 3 sekitar pukul 21.00 WIB. Pos 3 ini terletak di ketinggian 2.780 mdpl. Berhubung malam itu adalah malam 17-an, maka tak heran pos 3 ini sudah dipenuhi oleh banyak tenda pendaki. Kami memutuskan untuk berjalan lebih jauh dan mendirikan tenda sebelum pos 4 saja.
Pos 3 menuju Pos 4
Sekedar informasi, jarak dari pos 3 ke pos 4 standarnya sekitar 1,5 jam.
Sekedar informasi, jarak dari pos 3 ke pos 4 standarnya sekitar 1,5 jam.
Malam semakin larut dan udara semakin dingin. Setelah berjalan selama hampir 1 jam saya pun mulai merasa kelelahan dan mengantuk. FYI aja saya ini pendaki ngantukan. Maklum, saya biasa melakukan pendakian di sore hari menuju malam. Sedikit lelah banyak ngantuknya ~~
Akhirnya kami menemukan tempat yang cocok untuk mendirikan tenda. Lokasinya ada di sebuah tikungan kurang lebih 30 menit sebelum pos 4. Lokasi tersebut hanya cukup untuk 1 buah tenda karena memang bukan area camping ground. Para pendaki yang akan menuju pos 4 pun pasti akan melewati bagian depan tenda kami karena itu satu-satunya jalan, sedang tenda bagian belakang tidak mungkin dilalui karena berupa lereng yang ditumbuhi semak belukar yang tinggi.
Berhubung kami semua sudah kelelahan, kami pun malas untuk membuat makan malam. Saya sempat membuat minuman panas agar paling tidak perut kami terisi sesuatu. Setelah itu saya pun tidur di bagian tenda paling dalam alias paling belakang.
Sepanjang malam, saya merasa gelisah dan tidak bisa tidur. Sesekali terdengar suara langkah kaki para pendaki yang lewat. Telinga saya tertempel di tanah sehingga suara derap langkah kaki mereka diatas tanah begitu jelas terdengar. Udara makin dingin dan rasanya saya ingin buang air kecil. Namun melihat teman-teman sudah memejamkan mata, keinginan tersebut saya tahan. Yah, abisnya mau keluar sendiri takut ada orang lewat karena itu area terbuka. Mau bangunin teman-teman pun rasanya kasihan.
Malam semakin larut, mata saya pun mulai berat. Dalam kondisi setengah sadar, saya mendengar suara langkah kaki. Suara semak yang tersibak dan terinjak.
Srek...
Srek...
Srek...
Suara yang bukan berasal dari depan tenda.
Tapi...
dari ...
belakang tenda...
Bagian belakang tenda yang saya ketahui adalah lereng gunung dan "tidak mungkin" dilewati pendaki karena itu bukan jalan.
Seandainya pun ada yang iseng rasanya mustahil karena "jalan yang benar" jelas terlihat. Jalanan dari tanah yang cukup untuk dilalui 2 pendaki yang berjalan beriringan sekalipun.
Jadi...
Siapa yang mondar-mandir di belakang tenda kami ini ?
Jantung saya berdegup kencang.
Kaki sedikit saya tarik ke arah perut karena tubuh kita biasanya melakukan refleks sedemikian rupa ketika merasa takut. Saya melihat ke arah teman-teman, mereka masih terlelap.
Perasaan saya campur aduk karena "makhluk" ini jelas-jelas berada tepat di belakang tenda kami dan hanya berbatas layer tenda yang kalian tahu betapa tipisnya.
Saya tak berani menoleh kesamping ke arah sumber suara.
Saya pejamkan mata rapat-rapat berharap itu hanya salah dengar dan berusaha tidur.
Perlahan...mata saya terasa makin berat dan akhirnya terlelap.
Pos 4 (Cokro Suryo)
Sekitar pukul 4 pagi kami semua sudah terbangun. Kami ingin melanjutkan perjalanan sepagi mungkin. Selesai packing kami mulai berangkat dari tempat kami bermalam menuju pos 4 (Cokro Suryo). Di tengah perjalanan kami berhenti sejenak guna melihat sunrise. Sungguh pemandangan yang luar biasa dan tak terlupakan. Hamparan perbukitan nampak jelas sejauh mata memandang. Tak bisa berlama-lama, kamipun berjalan lagi menuju pos 4. Ternyata pos 4 ini sangat luas dan dan terdapat sebuah bangunan beratap seng yang kondisinya cukup memprihatinkan karena penuh dengan coretan. Nampak banyak pendaki yang membangun tenda disini, ada lebih dari 15 buah tenda. banyak yang sudah siap berkemas dan melanjutkan perjalanan, namun banyak pula yang nampaknya masih terlelap di alam mimpi meski hari sudah pagi. Oh iya katanya sebelum pos ini kita akan menjumpai sebuah mata air yang bernama Sendang Panguripan. Namun saya tidak melihat sendang itu. Mungkin karena sedang musim kemarau juga jadi tidak ada sumber mata air.
Pos 4 ini disebut Cokro Suryo karena di lokasi pos ini terdapat batu berukir peninggalan zaman Majapahit. Di pos 4 Kami tidak berhenti untuk istirahat karena mengejar target waktu ke puncak jadi langsung melanjutkan perjalanan menuju pos selanjutnya, yaitu pos 5.
Pos 4 ini disebut Cokro Suryo karena di lokasi pos ini terdapat batu berukir peninggalan zaman Majapahit. Di pos 4 Kami tidak berhenti untuk istirahat karena mengejar target waktu ke puncak jadi langsung melanjutkan perjalanan menuju pos selanjutnya, yaitu pos 5.
Pos 4 ke Pos 5
Jarak tempuh dari pos 4 menuju pos 5 kurang lebih 30 menit dengan trek yang cenderung menurun
atau landai. Untungnya kami berjalan dipagi hari ketika matahari terbit sehingga badan yang semalam kedinginan mulai terasa hangat. Sembari berjalan, saya memberitahukan kejadian semalam kepada teman-teman, ternyata ada salah satu teman saya yang juga mendengar suara tersebut. Kami pun sepakat untuk tidak membahasnya lebih jauh dan fokus saja ke puncak.
Di tengah perjalanan, saya sempat melihat burung Jalak Lawu. Bukan hanya melihat sekilas, burung ini bukannya terbang namun meloncat-loncat di depan kami seakan menunjukkan jalan. Begitu kami mendekat, dia locat ke depan, kami berjalan lagi, dia loncat ke depan lagi. Begitu seterusnya. Sayang, saya tidak sempat mengabadikan burung tersebut dengan kamera.
Kemudian tak lama, tibalah kami di perempatan yang merupakan pos 5. Pos ini merupakan satu-satunya pos di Cemoro Kandang yang tidak mempunyai bangunan pondok hanya berupa tanah lapang. Oh iya, pos ini berbetuk sebuah perempatan sehingga jika kita memilih jalur ke kanan maka akan menuju Ke arah puncak Hargo Dumilah (puncak tertinggi), ke kiri ke arah Hargo Tiling, sedangkan lurus ke arah Hargo Dalem dimana terdapat warung yang sangat terkenal yaitu warung mbok Yem. Pos ini sudah dekat jaraknya dengan Hargo Dalem dengan trek tanah berdebu dan banyak batu-batuan sehingga jalanan terkadang cukup licin. Karena kami ingin mengikuti upacara bendera, kami memilih untuk langsung menuju Puncak Lawu, yaitu Puncak Hargo Dumilah. Saat itu jam menunjukkan pukul 7.30 pagi
Di tengah perjalanan, saya sempat melihat burung Jalak Lawu. Bukan hanya melihat sekilas, burung ini bukannya terbang namun meloncat-loncat di depan kami seakan menunjukkan jalan. Begitu kami mendekat, dia locat ke depan, kami berjalan lagi, dia loncat ke depan lagi. Begitu seterusnya. Sayang, saya tidak sempat mengabadikan burung tersebut dengan kamera.
Adek lelah bang~ |
PUNCAK HARGO DUMILAH
Puncak Hargo Dumilah merupakan puncak tertinggi dari tiga puncak yang ada di gunung Lawu dengan ketinggian 3265 mdpl.
Trek menuju puncak tentunya menanjak dengan kemiringan hingga 45 derajat. Menurut saya jalur ini merupakan jalur paling melelahkan diantara jalur menuju pos-pos sebelumnya. Terlebih saya membawa beban tas carrier yang lengkap dengan segala isinya. Tak butuh waktu terlalu lama, kami pun tiba di Puncak Hargo Dumilah. Banyak sekali pendaki yang berada disana. Ada yang mendirikan tenda didekat puncak dan banyak pula yang baru datang seperti kami.
Tak lama setelah mengagumi pemandangan dari puncak Gunung Lawu, kami mulai bertanya-tanya apakah upacara benderanya sudah selesai karena tak ada tanda-tanda persiapan upacara disana. Kemudian terdengar suara riuh dari bawah puncak. Ternyata di bagian bawah ada daerah yang dinamakan Tlogo Kuning dimana upacara bendera akan dilangsungkan disana.
Di bawah sudah ramai |
Siap-siap ikut Upacara Bendera |
Muka ceria abis upacara 17-an ~ |
Upacara 17 Agustus tahun 2015 di Gunung Lawu |
Petugas pembaca UUD menggunakan kostum Gatotkaca |
Gatotkaca juga butuh minum |
Siap beranjak dari Tlogo Kuning, Gunung Lawu. Mas-mas di sebelah saya adalah Wawan |
Setelah selesai mengikuti upacara bendera kamipun beranjak pulang. Jika ketika berangkat kami melewati rute Cemoro Kandang, kami memutuskan untuk kembali melalui Cemoro Sewu. Berhubung warung Mbok Yem sangat ramai, kami yang sudah kelaparan memilih untuk makan di warung lainnya yang juga tak kalah ramai. Posisi warung ini persis di sebelah Sendang Drajat yang biasa digunakan oleh para pendaki untuk mengisi air. Namun berhubung musim kemarau, nyaris tak ada air di sendang tersebut. Sejumlah burung kecil Nampak mencelupkan badannya alias mandi di sendang tersebut. Huft, kebayang kalo mandi air dingin pasti segeeeeer banget. Kami memesan nasi putih telur rebus dengan sambel ijo sebagai perasa. Maklum telurnya hanya direbus sehingga tidak ada rasanya. Yah gimana lagi, hanya ada menu nasi telor dan mie instan.
Setelah kenyang, perjalanan pun kami lanjutkan. Saya, Agenk, dan Wawan sudah kembali bersemangat sedang Yugo yang sejak menuju puncak dan upacara sudah memisahkan diri, nampaknya sudah kembali ke basecamp terlebih dahulu.
Sekedar informasi bahwa jalur Cemoro Sewu ini berupa trek tangga batu sehingga bagi saya rasanya lebih melelahkan. Menjelang pukul 15.00 kami sudah sampai di pos Cemoro Sewu. Pos Cemoro Kandang dan Pos Cemoro Sewu jaraknya cukup dekat. Setelah minum dan mengisi perut, kami kemudian packing dan kembali kaki menuju ke pos Cemoro Kandang untuk mengambil motor yang kami titipkan di basecamp.
Bagaimana soal kejadian horor malam itu ?
Ah, sudahlah. Saya jadikan pengalaman saja dan melupakannya.
Sekedar informasi bahwa jalur Cemoro Sewu ini berupa trek tangga batu sehingga bagi saya rasanya lebih melelahkan. Menjelang pukul 15.00 kami sudah sampai di pos Cemoro Sewu. Pos Cemoro Kandang dan Pos Cemoro Sewu jaraknya cukup dekat. Setelah minum dan mengisi perut, kami kemudian packing dan kembali kaki menuju ke pos Cemoro Kandang untuk mengambil motor yang kami titipkan di basecamp.
Bagaimana soal kejadian horor malam itu ?
Ah, sudahlah. Saya jadikan pengalaman saja dan melupakannya.
Tuhhkan namaku gak disebut, mentang-mentang gak nyapa waktu ketemu di atas :(
BalasHapusSendang Panguripan itu jaraknya sekitar 100 meter dari pos 3. Jadi kalo mau ke Pos 4 sendangnya ada di sebelah kanan.
*psst….sebenernya yang jalan2 di jurang pas malem2 deket tenda itu aku, cuma gak mau pamer aja takut riya. Yang penting mah konon jangan dibalik :D
ya deh mas kapan2 kalo ke Lawu lagi aku cari sendangnya. kmren mau turun ke studio alam juga cuman udah sore juga takut nanti makin malem. ternyata pas liat di foto baguuus. nyesel napa ga sekalian turun waktu itu.
Hapusoh jd itu kamu ? pasti yg nunyi srek srek srek itu kumismu ~~
Kasih tau aja kapan kalo mau ke Lawu, nanti tak temenin. Kalo mau ke Studio Alam harusnya pas baru mau naik pagi-pagi, soalnya tenaganya kan masih banyak, kalo abis turun dari puncak biasanya males kecapekan. Kebetulan bulan Agustus kemarin ada airnya, biasanya sih kering.
Hapus*Emangnya guguk mengendus-ngendus pake kumis :(
wah saya jadi penasaran sama puncak lawu.. kemaren2 cuma sempet sampe pos 1 doang, gara2 ngedadak dan gada persiapan :D
BalasHapusoiya mba, salam kenal... saya dari Blog Bisnis