Follow Me @rezadiasjetrani

Kamis, 06 Oktober 2016

"Pulang" ke Malang

Hasil corat-coret di tembok kampung Jodipan :P
Sekitar bulan Agustus 2016, aku dan temanku si Yoga berencana untuk main-main ke Malang ketika ada liburan Idul Adha 1437 H silam, tepatnya dari tanggal 10-12 September 2016. Yoga dari Jakarta sedang aku dari Jogja. Kami sepakat untuk membeli tiket kereta dengan jam tiba yang berdekatan. Dia rencana sampe Malang jam 10 siang, saya jam 9 pagi. Yah tapi berhubung dari berangkat keretanya udah telat, alhasil Yoga baru sampai jam 12 siang. Huft. Berikut adalah destinasi-destinasi yang kami kunjungi selama liburan singkat ini. 

DAY 1:
  1. Taman Labirin Coban Rondo
  2. Omah Kayu Paralayang
  3. Alun-alun Kota Wisata Batu
Sarapan bakso bakar Pahlawan Trip
Berhubung Yoga datang terlambat dan aku udah lapar, bermodal GPS dan juga motor sewaan yang harga perharinya Rp 60.000, aku memutuskan buat sarapan terlebih dahulu. Dulu pernah makan di tempat ini dan aku kangen buat makan bakso. Seporsi bakso bakar, segelas teh panas dan juga 1 buah lontong di Bakso Bakar Pahlawan Trip ini harganya 27 ribu rupiah. Lumayan lah apalagi rasanya juga enak. Selesai sarapan, aku kembali ke stasiun untuk menjemput Yoga yang sudah dateng dari Jakarta.

Dari stasiun, kami menuju hotel untuk check in, berganti pakaian kemudian menuju arah Batu. Hotel kami ada di Malang dan perjalanan menuju Batu membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Tujuan kami adalah ke Taman Labirin di Coban Rondo dan rumah pohon di Gunung banyak. Masuk ke area Coban Rondo dikenai tiket 15 ribu rupiah per orang dan bayar lagi 10 ribu rupiah untuk ke labirin.

Tiket masuk ke labirin di kawasan Coban Rondo
Buka dari jam 8 pagi sampe 5 sore aja ya ~
Di area labirin
Selesai nyasar-nyasar di labirin (seriusan jalan menuju ke kolam air mancur mini di tengah labirin bikin bingung), destinasi berikutnya adalah ke area paralayang dan rumah pohon gunung Banyak. Sampai di lokasi sudah jam 5.45 dan kami pikir bakalan sepi, ternyata kami salah. Aku baru ngeh kalau ini malam minggu jadi rameeeeeee banget karena banyak pasangan yang menghabiskan malam buat liatin lampu-lampu. Dalam hati aku berkata,"Ini mah di Jogja juga ada, di Bukit Bintang Gunungkidul." Berhubung tujuanku adalah foto di rumah pohon, kami naik ke atas dan ternyata DIKUNCI ALIAS DIGEMBOK. Lah :(. Ternyata sebelum masuk rumah pohon ada pintu kayu untuk pengaman dan hanya beroperasi dari pukul 9 pagi hingga 5 sore. Yawlaa...kirain buka terus karena setauku rumah pohon ini disewain. Harusnya buka 24 jam dong ya. Yah tapi gimana lagi, nggak ada petugasnya juga jadi nggak ada yang bisa disepikin. Mungkin dibatasi sampai jam 5 untuk umum namun terbuka 24 jam untuk tamu yang menginap demi faktor keamanan dan kenyamanan kali ya. 
View Kota Batu di malam hari dari Gunung Banyak
Ujung-ujungnya kami malah makan malam disini dan foto-foto dengan latar belakang lampu kota Batu seperti dedek-dedek emesh lainnya. Untuk harga makanan di lokasi ini masih masuk akal semua kok. Minuman hangat dari 5 ribu rupiah dan makan dari belasan ribu rupiah. tapi tergantung juga mau makan di kafe yang mana karena ada banyak. Oh ya tiket masuk ke lokasi paralayang ini 5 ribu rupiah dan parkir 2 ribu rupiah. Murah meriah. pantes banyak yang kesini. Pacaran hemat :P .
Bianglala murah meriah hanya 3 ribu perak di Alun-alun Batu
Mau makan ketan aja antrinya panjang banget

Bisa sambil ngicipin aneka macam sate sembari antri ketan
Nomer urut ke 203 padahal masih jam 8 malam
Wujud ketan legenda yang legendaris itu. Antrinya lumayan tapi makannya 5 menit kelar
Harga ketan disini masih standar lah, nggak terlalu murah nggak terlalu mahal. Mulai dari 6 ribu hingga belasan ribu rupiah dengan puluhan rasa yang bisa kalian pilih.

Day 2:
  1. Berenang di hotel
  2. Masjid Tiban di  daerahTuren
  3. Ketemu temen SMP 

Masih pagi jadi kolam renangnya sepi. Berasa kolam pribadi ~~
Tulisan di bio hotelnya riverside. Oh, ini toh wujud rivewrnya
Pagi harinya, berhubung di hotel ada kolam renang yang suasananya menggoda banget (karena sepi dan lokasinya teduh), kami pun memutuskan untuk berenang terlebih dahulu. Padahal kami sedang puasa dan hukumnya makruh kalau berenang, jadi sebisa mungkin kami celup-celup badan aja meski ujungnya lama juga berenangnya. Selesai berenang, kami nambah 2 personel lagi yaitu mas Andi dan dek Uni berencana untuk pergi ke Masjid Tiban di daerah Turen. 

Sepanjang jalan menuju masjid banyak penjual oleh-oleh khas Malang

Menurut warga lokal konon masjid itu ada secara tiba-tiba tanpa diketahui bagaimana kisah dibangunnya. Tapi rupanya hal itu tidak terbukti, para santri dan jemaah-lah yang membuat masjid ini sedikit demi sedikit. Bangunan megah itu bukanlah sebuah masjid melainkan Pondok Pesantren yang bernama Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah yang mempunyai makna Laut Madu atau " Fadilah Rohmat ". Bangunan utama pondok dan masjid tersebut sudah mencapai 10 lantai, tingkat 1 sampai dengan 4 digunakan sebagai tempat kegiatan para Santri Pondokan, lantai 6 untuk ruang keluarga, sedangkan lantai 5, 7, 8 terdapat toko-toko kecil yang di kelola oleh para Santriwati (Santri Wanita).

Untuk pembangunan masjid ini pun tidak menggunakan alat-alat berat dan modern seperti halnya untuk membangun gedung bertingkat. Semuanya dikerjakan oleh para santri yang berjumlah 250 orang dan beberapa penduduk di sekitar pondok. Wisatawan bisa memasuki Masjid Tiban secara gratis, tanpa tiket masuk apa pun. Kita bisa menjelajah 9 lantai masjid ini menggunakan lift maupun tangga. Kita juga bisa melihat aneka satwa seperti kera, burung cendrawasih, kakak tua, rusa, dan satwa lain di area khusus. 

Pemandangan di sekitar masjid Tiban dari atas
Tim masjid Tiban yang bermodal GPS dari Malang ke Turen

Dari masjid Tiban, aku janjian untuk meet up dengan teman SMP yang sekarang kerja di Malang. Niatnya mau buka puasa bareng, tapi karena dia udah terlanjur beli makanan buat buka puasa, yaudah deh kita ketemuannya abis buka aja. Berhubung udara di Malang cukup panas, pengennya makan yang seger-seger. Aku sama temen-temen akhirnya makan es di daerah Soekarno Hatta sambil ngemil cantik. Esnya isinya sama semua, cuman beda di kuahnya aja mau pilih rasa buah apa. 

Pengen buka puasa pakai yang seger-seger















Kelar minum es, kami cabut lagi ke lokasi lain. Katanya ada tempat makan yang lagi hits di Malang, namanya Unicrab. Bukan penggemar kepiting, lobster atau sejenisnya karena saya pecinta daging dan menurutku makanan laut itu dagingnya minimalis alias dikit (kecuali ikan sih ya). Tapi berhubung udah lumayan kenyang perutnya, yaudah cuss aja kesini. Pesennya seporsi kepiting dibumbu manis sama kerang ijo (yang cuman saya lirik aja) yang dimasak setengah mateng (kayaknya malah masih mentah). Iyuuuuh. Foto di sebelah kiri adalah foto kami bertiga yakni aku, Uni, dan yang di tengah adalah sahabat SMPku, Christi.

Day 3 :
  1. Shalat Eid Adha
  2. Cari oleh-oleh
  3. Kampung warna-warni Jodipan
Setelah shalat Ied Adha, sarapan dulu biar semangat pikniknya. 
Pagi hari jam 5 seusai shalat Subuh, dek Uni udah sibuk siap-siap mandi dan ganti baju. Hari ini memang hari raya Idul Adha, tapi pagi amat siap-siapnya, wong lokasi shalatnya persis di depan rumah. Pas aku tanya, ternyata di Malang kalau shalat Ied jam 6 pagi teng. Lah, kalo di Jogja mulainya jam 6.45 WIB. Selisih 45 menit tapi kalau buatku mah bisa buat mager lagi, hehehe. 

Seusai shalat, perut udah keroncongan dan minta segera diisi. Rejeki anak soleh, Uni dan keluarganya menjamu kami (Yoga juga ikutan shalat ied bareng) dengan jamuan yang kompliiiittttt dari mulai ayam, bakso, es buah, puding, dan aneka cemilan. Uwaaaaah senangnnya. Kalo gini mah bakal sering-sering numpang bobok di rumahmu ya dek Un!
Anggap aja kami seumuran sama dedek-dedek emesh lainnya dan ikutan foto disini
Sister from another mother
Setelah kenyang makan kami memutuskan untuk main ke lokasi yang deket-deket aja. Kemaren waktu datang dari Jogja liat ada lokasi yang rameee bgt dan ternyata itu kampung Jodipan. Kampung warna-warni yang lagi hits di Malang. Kamipun meluncur kesana. Mas Andi menyusul kemudian karena dia datang diantar temannya. Pertama kami ke kampung Tridi (3D) dimana rumah-rumah warga disini dicat dengan cat warna-warni dan digambari aneka lukisan 3 dimensi. Masuknya free alias tidak dipungut biaya.

Satu yang asik, warganya super ramah dan baik-baik. Bahkan mereke mempersilakan kami untuk mempir ke rumah mereka. Ah senangnya ketemu warga lokal yang ramah seperti ini. Setelah itu kami naik lagi ke jembatan atas untuk menyeberang dan menemukan lokasi yang sangat ramai dan kami kenali sebagai "dinding instagram" karena saking seringnya liat dinding pink-biru ini di timeline instagram. Oalah...ini to ternyata. FYI mau foto disini aja kudu antri yes. Oiya, kalau di kampung warna-warni ini ada biaya masuknya sebesar Rp 2.500 per orang. Padahal kami baca kalau harusnya semua free juga dan itu katanya pungli. Berhubung kami anti pungli pas petugasnya sibuk narikin duit ke pengunjung lain, kami melipir aja cabut tanpa bayar. (maafkan yaaa).
Selfie bentar

Selesai berpanas ria dan foto-foto dari atas jembatan, kamipun berpisah. Yoga harus check-out dulu dari hotelnya sedang aku mau cari oleh-oleh. Akhirnya aku sama mas Andi pergi cari struddel dan Yoga pergi sama dek Uni.

Jam 3 sore, kami bersatu kembali di stasiun dengan tujuan yang berbeda-beda. Keretaku jam 16.00 sore, Yoga jam 17.00 sore, dan mas Andi balik ke Surabaya naik bus.
Terimakasih teman-teman buat liburan singkatnya yang super asique. I'll miss you uwuuwuw.

Terimakasih atas 3 hari yang menyenangkan. Mari pulang !
Indonesia banget. Oleh-oleh !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar